Zuhud: Jangan simpan harta kekayaan anda di hati.

 

 

rumi Alkisah ada 2 orang sufi yang berguru pada orang yang sama. Sudah 20 tahun mereka berpisah. Sampai suatu hari, bertemulah mereka di suatu kota, tempat tinggal sufi pertama. Sufi kedua adalah seorang yang miskin. Ketika dia diajak ke rumah sufi pertama yang megah bagai istana, dengan peralatan yang mewah, dia lantas berseru, ” Saudaraku, kau telah melupakan ajaran guru kita. Kau telah cinta dunia sekarang!” Sufi pertama langsung menjawab, ” Kau salah saudaraku, harta sebanyak ini sama sekali tidak masuk dalam hatiku. Justru kamulah yang cinta dunia. Karena saya tahu sejak dulu kamu sangat pengin kaya, tapi ternyata sampai hari ini tidak kaya-kaya juga” Secara umum pengertian zuhud adalah tidak cinta dunia. Dunia tidak berkesan dalam hatinya. Dan zuhud tidak ada hubungannya dengan kaya – miskin seseorang. Hal itu karena letak zuhud adalah di dalam hati. Bukan dalam penampilan. Kalau dalam hati, siapa yang tahu selain diri sendiri dan Allah? Bisa saja orang kaya raya zuhud. Sebaliknya bisa juga orang miskin, tapi tidak zuhud. Karena begitu inginnya akan dunia. Demikian juga orang kaya yang selalu pengin tambah kaya dan tambah kaya, hatinya selalu kurang,maka sesungguhnya dia jauh dari zuhud. Sudah menjadi sifat manusia yang selalu pengin harta benda. Sudah punya satu pengin dua. Sudah punya dua pengin tiga. Demikian dan seterusnya. Bahkan sampai dengan nyawa pergi, barulah manusia berhenti mengejar harta. Itu adalah hal yang manusiawi. Namun demikian, segala sesuatu apabila berlebihan tentu menjadi tidak baik. Hati ini harus selalu dijaga, agar senantiasa mengagungkan kebesaran Allah, melebihi dari harta benda yang lain. Karena sesungguhnya kita lahir telanjang. Dan akan kembali kepada Allah telanjang pula. Bahkan kain kafan itu sekedar memenuhi syariat agar tidak membuka aurat mayat di depan orang2, karena jasad dan kain kafan manusia terkubur di dalam tanah. Dicontohkan seorang warga negara Indonesia sedang sekolah di Jepang. Di Jepang dia memiliki segalanya. Punya perabot rumah tangga yang di Indonesia tidak punya. Punya kulkas besar, mesin cuci plus pengering, punya mobil dan fasilitas lain yang memadai. Pada saat di Jepang, orang tersebut senantiasa sadar, bahwa dia di Jepang hanya sementara. Dan tidak mungkin membawa “harta” tadi pulang. Maka dia memandang hartanya tadi dengan biasa saja. Tidak terlalu terkesan. Asal punya saja. Bahkan menjelang pulang semua hartanya tadi diberikan cuma2 pada semua orang sesama warga yang masih tinggal, tanpa rasa eman sama sekali. Kayak membuang sampah, brung. Cuma sayangnya, perasaan ini rata2 hanya saat berada di Jepang. Pada saat pulang ke tanah air, perasaannya dia akan tinggal selama2nya. Akan memakai selama-lamanya. Sehingga pelan-pelan kembalilah rasa cintanya kepada harta bendanya. Seolah2 akan hidup 1000 tahun lagi. Sesungguhnya hati manusia, jika sudah kemasukan cinta dunia, maka ditambah sepuluh kali dunia ini pun masih kurang. Masih ingin dimasuki terus dan terus. Tetapi jika hati sudah penuh dengan kebesaran Allah, adakah yang lain yang bisa menandingi kebesaran-Nya?

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hardiwitono/zuhud_552a9063f17e61b11ed62460

Cari

Postingan Terakhir

Ikuti Rachmat