Kutipan

Peringatan 1 : Tangki Cinta Anak anda Bisa Mulai Kosong


 

LoveTankPeringatan 1 : Tangki Cinta Anak anda Bisa Mulai Kosong

 

Kebanyakan orang tua yang kami ajak bicara mencintai anak-anak mereka sepenuh hati. Buktinya Anda menyediakan waktu untuk membaca buku ini, berarti Anda juga sama.

Masalahnya, walaupun orang tua mencintai anak-anak mereka, banyak yang tidak tahu cara mengungkapkan cinta mereka dengan cara yang membuat anak-anak merasa dicintai. Ingat bahwa orang tua dan anak memiliki contoh dunia mereka yang benar-benar berbeda. Apa yang kita lakukan karena cinta mungkin tidak diterima sebagai cinta sama sekali. Biasanya justru sebaliknya. Ketika orang tua memberikan nasihat kepada anak karena cinta, anak mungkin sama sekali tidak merasa dicintai. Justru dia merasa Ayahnya tidak percaya kepadanya dan ingin mengendalikan hidupnya.

Terdorong rasa cinta dan kepedulian-nya, seorang ibu memarahi anaknya karena tidak belajar. Anak itu mungkin menerimanya sebagai ketidaksukaan, bahkan kebencian dan kemarahan. Komunikasi yang menghancurkan rasa cinta ini biasanya menjadi akar permasalahan dalam hubungan kebanyakan orang tua-anak.

Apa yang Menguras Tangki Cinta Anak  Anda ?

Banyak orang tua cenderung melakukan hal-hal berikut karena cinta dan peduli. Sayangnya, semua itu justru yang menguras tangki cinta anak-anak mereka, membuat mereka merasa tidak dicintai, ditolak dan tidak diterima.

1) Membandingkan mereka dengan Saudara Kandung dan Anak Lain. Ketika kita mengatakan:

“Mengapa kamu tidak bisa menjaga kebersihan kamarmu seperti kakakmu?”

“Kenapa kamu tidak bisa menulis lebih rapi seperti orang-orang lain?” “Kenapa kamu tidak bisa lebih giat belajar seperti kakakmu?”…

Anak-anak akan merasa ditolak, tidak diterima dan tidak dicintai. Mereka akan berpikir, “Ibu lebih sayang pada kakak daripada saya. Say a tidak cukup baik untuk orang tua saya. Mereka lebih suka saya mejadi orang lain. Mereka tidak menerima diri saya apa adanya.”

2) Mengritik dan Mencari Kesalahan

Banyak orang tua berusaha mengubah perilaku anak mereka dengan terus menerus mengritik perilakunya dan memberitahu kesalahan-kesalahan mereka.

“Apa yang salah denganmu?” “Kenapa kamu tidak dapat melakukan sesuatu dengan benar?”

” Mengapa kamu selalu malas?” “Masalahmu adalah tidak pernah mendengarkan!” “Lagi-lagi kamu tidak mematikan lampu! Mengapa kamu selalu begitu?”

Tentu saja pendekatan ini tidak hanya membuat anak merasa tidak dicintai dan ditolak, tetapi juga marah dan benci.

3) Kekerasan Fisik dan Verbal

Tidak perlu dikatakan lagi, kekerasan fisik seperti menampar dan memukul serta kekerasan verbal seperti menghina dan memberi label (misalnya “Kamu bodoh ya?” “Kamu memang pemalas!” “Dasar idiot!”) lebih menguras tangki cinta mereka.

 

Peringatan 2: Jika Anak-anak Merasa Tidak Dicintai dan Tidak Diterima oleh Orang Tua Mereka, Mereka akan terdorong untuk mencarinya (Penerimaan) di semua tempat yang salah.

 

Bahayanya adalah jika anak-anak merasa tidak dicintai dan tidak diterima di rumah oleh orang tua mereka, mereka akan mulai mencarinya di semua tempat yang salah. Anak-anak akan melakukan apa saja untuk merasakan cinta dan penerimaan yang mereka dambakan, walaupun membahayakan mereka. Kebutuhan untuk mengisi tangki mereka dengan cinta dan penerimaan yang mendorong anak-anak bergabung dengan geng, menjadi sasaran pengaruh negatif, memakai obat-obatan, merokok, terlibat dalam hubungan seksual sebelum menikah H mencari perhatian dengan cara yang salah.

 

Tangki Cinta Yang Kosong membuat Anak Anda Bandel


tangki-cinta-kosongKonsep tersebut pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Gary Chapman, seorang konsultan perkawinan & keluarga di Amerika. Pertama kali konsep ini sebenarnya diaplikasikan pada hubungan pasangan suami istri, namun ternyata secara teori tersebut juga sangat sesuai diterapkan dalam hubungan anak-orang tua.
Mana yang lebih penting menurut anda sebagai orang tua? Mencintai anak anda atau membuatnya merasa dicintai? Tentu keduanya penting, namun jika dibandingkan sebenarnya jauh lebih penting membuat anak merasa dicintai. Ingat bahwa persepsi seseorang adalah kenyataan baginya, maka persepsi/perasaan dicintai juga menjadikan suatu keyakinan bagi diri si anak. Coba simak berapa sering orang tua mengeluhkan bahwa dia sudah bekerja keras untuk memenuhi rasa cintanya pada anaknya dengan menyediakan banyak hal baginya, menyekolahkan di tempat terbaik, membelikan hadiah termahal, dsbnya namun terkesan anak tidak menyadari hal tersebut sebagai tanda cinta orang tua. Saya sering kali menemukan pada praktek saya beberapa kasus seperti itu, orang tua menjelaskan apa saja yang sudah dilakukannya sebagai tanda cinta kasihnya pada sang anak, dari mulai menyekolahkan, memberikan les, membelikan mainan terbaik, mengajak jalan-jalan ke luar kota/luar negri, dll. Namun pada saat giliran sang anak bercerita, sebenarnya dia merasa paling dicintai pada saat bisa ngobrol dengan ayahnya di tempat tidur sebelum tidur malam (yang sayangnya jarang sekali dilakukan sang ayah). Keadaan seperti ini menggambarkan adanya perbedaan bahasa cinta yang digunakan oleh orang tua dan anak, inilah yang sering kali menyebabkan kekosongan tangki cinta.
Tangki cinta emosional sendiri adalah suatu analogi yang digunakan Dr Chapman untuk menggambarkan kebutuhan akan cinta dalam diri seseorang. Agar seorang anak dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar, tangki cintanya perlu diisi oleh pengalaman cinta emosional layaknya tangki bahan bakar kendaraan yang perlu diisi agar dapat berjalan. Tangki cinta seorang anak biasanya harus diisi oleh kedua orang tuanya secara seimbang. Bagaimana cara mengisinya? Cara mengisi tangki cinta yang paling efektif adalah dengan menunjukkan cinta anda dengan bahasa cinta yang sesuai dengan si anak.
Ada berapa macam bahasa cinta?
1. Kata-kata lisan
Kata-kata lisan adalah salah satu dari lima bahasa cinta yang mendasar. Anak yang bahasa cinta primernya kata-kata lisan umumnya sangat peka dengan kata-kata dari orang lain, khususnya dari mereka yang ia cintai atau hormati. Ungkapan pujian, peneguhan, maupun bisikan sayang yang mereka ungkapkan, akan sangat memotivasi, menghidupkan dan menyegarkan semangat si anak.
Namun sebaliknya, kritik, sindiran, bahkan caci-maki dari orang-orang tersebut akan mudah sekali membuat hati anak terasa tertekan, stres, depresi, dan sejenisnya.
2. Hadiah
Bagi anak yang bahasa cinta primernya adalah ‘Hadiah’, sebuah barang pemberian dari orang yang ia cintai bisa dipahami sebagai ungkapan rasa sayang & perhatian yang luar biasa. Perhatikan bahwa bukan nilai nominal hadiah tersebut yang penting bagi anak, namun ia lebih menimbang pada makna yang dikandung dari pemberian tersebut dan juga momen pada saat hadiah tersebut diberikan padanya. Anak umumnya lebih sensitif terhadap suatu pemberian, dan suka menyimpan atau memajang berbagai hadian yang pernah diterimanya.
3. Pelayanan
Anak dengan bahasa cinta primer ‘Pelayanan’ sangat senang pada saat mendapatkan pelayanan. Kita tidak perlu membayangkan hal yang berlebihan hingga terkesan orang tua sebagai pembantu anak, namun cukup hal-hal kecil seperti mengambilkan makanan, memandikan, menyiapkan pakaian, dan sejenisnya.
4. Waktu Berkualitas
Hal paling utama bagi anak yang memiliki bahasa cinta ‘waktu berkualitas’ adalah kebersamaan. Kebersamaan disini tidak sekedar berada di tempat yang sama dalam waktu yang sama saja, namun lebih berarti perhatian dari dua pihak yang terpusatkan. Jaman sekarang, dengan perkembangan teknologi gadget yang luar biasa, saya sering kali menyaksikan pemandangan yang membuat miris: satu keluarga pergi makan bersama di sebuah restoran. Begitu duduk dan memesan makanan, sang ayah langsung membuka laptop, sang ibu sibuk ‘panen’ dengan game di tablet PC nya, si anak sulung langsung asyik tersenyum-senyum sendiri sambil menatap layar smart phone nya lalu sibuk dengan kedua ibu jarinya di keypad, yang bungsu langsung memasang earphone dari perangkat mp3 playernya. Benar-benar suatu “kebersamaan” yah?
Bagi orang tua yang memiliki anak dengan bahasa cinta ini, teknik berkomunikasi dengan empathic listening akan sangat menunjang. Bagi keluarga dengan anak lebih dari 1 orang, penting juga untuk memperlihatkan betapa penting masing-masing dari mereka sebagai individu dengan menghabiskan waktu secara privat dengan setiap anak secara khusus tanpa anggota keluarga yang lain.
5. Sentuhan Fisik
Anak yang bahasa cinta primernya “sentuhan fisik” akan merasa dicintai jika dipeluk, digandeng, disentuh pipi, hidung, pinggang, dan sebagainya oleh orang yang disayanginya. Sebaliknya, penolakan fisik berupa menepis, mendorong atau bahkan memukul akan terasa sangat melukai hatinya.
Walaupun setiap anak pasti memiliki lebih dari satu bahasa cinta, namun selalu ada satu bahasa cinta yang primer, yang paling utama bagi dirinya. Perhatikan bagaimana reaksi anak pada saat menerima satu bahasa cinta dan bandingkan dengan bahasa cinta yang lain. Perhatikan juga bagaimana si anak mengekspresikan rasa cintanya kepada orang tuanya atau orang lain yang dicintainya atau bahkan binatang/boneka kesayangannya.
Apabila tangki cinta emosional seorang anak penuh, ia merasa mantap dalam mencintai orang lain khususnya orang tuanya. Seluruh dunia tampak cerah dan indah di matanya. Ia akan lebih kuat dan bersemangat dalam bekerja dan menjalankan tugas dan tanggungjawabnya.
Sebaliknya, jika tangki cinta emosional anak telah kering, ia menjadi orang yang mudah berpikiran negatif dan mudah terbakar emosinya. Problematika anak-anak nakal, pecandu narkoba, kriminalitas remaja, dan berbagai masalah sosial lainnya umumnya terjadi karena para pelakunya telah lama kehabisan `bahan bakar’ cinta. Tangki cinta emosional mereka telah lama mengering.

Detox Enzim :Cara Mudah Menurunkan Berat Badan


KOMPAS.com — Suatu kali dalam salah satu obrolan singkat dengan seorang teman yang berprofesi sebagai dokter, terungkap betapa sebenarnya hidup ini lebih ringkas jika kita mengenal enzim. Bukan hanya enzim amilase, atau yang ada di lidah, tetapi juga yang ada di setiap organ tubuh. Enzim inilah yang menjaga tubuh tetap sehat, dan yang turut menentukan berapa lama Anda bertahan hidup.

Mengutip dr Hiromi Shinya yang menulis buku Terapi Enzim, konsumsi makanan sehat hanya menjadi satu dari berbagai terapi enzim. Ada beberapa cara lain yang tak kalah penting. Namun, yang utama adalah mengenali enzim itu sendiri.

Ada satu enzim yang berperan penting dalam tubuh, yang bekerja maksimal dalam mencerna makanan, termasuk mencerna alkohol dan rokok. Sederhananya, makin baik makanan yang dikonsumsi, enzim ini akan terjaga dan Anda tetap sehat karenanya.

Kekurangan enzim akan menyebabkan tubuh sakit. Beberapa tandanya seperti mudah pilek dan masuk angin, nyeri otot, nyeri sendi, serta sakit pingggang. Bisa juga kulit menjadi kering, kusam, dan mudah berjerawat. Di samping itu, ada potensi menjadi kurang nafsu makan, mual, dan nyeri lambung. Intinya, ada banyak penyakit menyertai begitu enzim di tubuh ini berkurang.

Namun, Anda tidak perlu diet ketat untuk mendapatkan tubuh sehat. Sebagai gantinya, cobalah terapkan terapi yang fokus pada enzim dengan menjalankan beberapa langkah yang disarankan Hiromi.

Pilih menu makanan yang baik untuk memperbaiki lambung dan usus. Penuhi kebutuhan minum air putih. Selain berolahraga dan istirahat teratur, tertawa ternyata memberi dampak positif pada tubuh karena perasaan bahagia memperbaiki aliran qi yang memberi pengaruh baik untuk tubuh.

Untuk ringkasnya, ada tujuh langkah ringan yang bisa diterapkan. Di antaranya, makanlah beras merah, lalu konsumsi air dan buah yang cukup. Usahakan untuk tidak minum susu dan daging. Daging perlu dihindari karena ada kaitannya dengan proses pencernaan. Daging tidak hanya lama dikunyah atau diproses gigi, tapi juga lama dicerna dalam lambung. Orang yang tidak mengonsumsi daging berlebih punya potensi umur panjang lebih besar daripada yang mengonsumsi daging.

Selain olahraga, berbahagialah dengan lebih banyak tertawa. Ini turut membantu terapi enzim sehingga tubuh Anda lebih sehat terjaga.

10 Cara Sehat untuk Detoks secara Alami

 

Detoks adalah cara yang populer untuk memurnikan dan membersihkan tubuh secara internal yang bisa membuang racun‐ racun yang ada di dalam tubuh. Dengan melakukan detoks, Anda dapat mendapatkan tubuh yang lebih sehat dan juga mencuci keluar racun dari sel‐sel. Jika Anda ingin mengikuti diet detox khusus, pastikan bahwa makanan yang dikonsumsi memiliki banyak serat dan juga banyak minum air putih. Terkadang pola makan dan gaya hidup yang Anda jalani dapat memberikan dampak dan efek yang tidak baik untuk kesehatan; dan ini bisa terlihat tidak hanya dalam jangka waktu panjang tetapi juga bisa terjadi dalam jangka waktu pendek. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya Anda melakukan detoks untuk membuat Anda lebih sehat. Berikut ini 10 cara sehat untuk detox yang dilansir oleh health me up; yang dapat memberikan inspirasi untuk Anda.

  • Jangan mengkonsumsi alkohol

Cara sehat untuk detox dapat dilakukan pada awalnya dengan menghentikan kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Sering mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan kadar racun di dalam tubuh; jadi sebaiknya mulailah mengurangi asupan minum alkohol dan menggantinya dengan jus buah ataupun minum air putih.

  • Makan makanan yang berserat

Serat sangat bagus untuk pencernaan dan sembelit. Serat merupakan salah satu cara alami untuk melakukan detoksifikasi. Makanan yang kaya serat seperti gandum, biji‐bijian, kacang dan sayuran harus ditambahkan dalam konsumsi makanan Anda untuk membantu detoks secara alami. Makanan yang kaya serat juga meningkatkan kesehatan jantung Anda dengan menurunkan kolesterol.

  • Menghindari gula

Gula dan bahan pemanis lainnya dapat meningkatkan asupan kalori dan membuat Anda merasa lelah. Gula dan pemanis buatan dapat berdampak pada kesehatan Anda, jadi mulailah detox dengan mengurangi asupan pada gula.

  • Jangan lewatkan jadwal makan

Mungkin Anda pernah berpikir untuk tidak makan malam atau makan pagi untuk menurunkan berat badan? Ternyata cara ini tidak bisa membuat Anda kurus lho.Melewatkan jadwal makan hanya akan membuat Anda bertambah gemuk. Akan lebih baik apabila anda mengkonsumsi makanan atau pun cemilan sehat dalam jumlah yang kecil setiap 2‐3 jam. Ini akan menghindari racun dan juga akan meningkatkan metabolisme tubuh Anda.

  • Hindari konsumsi lemak tidak sehat

Apa yang Anda butuhkan adalah lemak tak jenuh sehat seperti minyak zaitun, kacang‐kacangan, hazelnuts, kacang mete, kacang almond, pistachio; juga alpukat, dan minyak wijen. Sertakan juga lemak tak jenuh dalam diet Anda seperti Omega 3 asam lemak untuk mengatasi atau melawan serangan kolesterol jahat.

  • Makan yang mengandung protein

Protein memiliki beberapa manfaat, tetapi ketika Anda sedang melakukan diet detoks, protein membantu Anda merasa lebih lengkap; baik jika Anda mencoba untuk menurunkan berat badan juga. Protein menstabilkan tingkat gula darah Anda. Tapi protein Anda harus ramping, memotong semua lemak untuk menghindari kolesterol jahat.

  • Dark Chocolate dan kayu manis

Mengkonsumsi dark chocolate lebih baik untuk menghindari dan mengurangi hasrat Anda akan gula dan garam. Anda juga bisa menggunakan kayu manis bubuk pada buah‐buahan atau yoghurt; kayu manis dan coklat hitam dapat membantu dalam mengontrol kadar gula darah Anda.

  • Istirahat yang cukup

Makan dengan benar penting ketika melakukan detoksifikasi tetapi Anda juga perlu untuk istirahat yang cukup dan bersantai. Tidur dapat membantu untuk memulihkan dan me recharge tubuh Anda, yang membuat Anda merasa telah segar. Berolah raga Berolah raga dan melakukan latihan penting untuk detoksifikasi. Aktivitas fisik dapat meningkatkan energy dan mencegah penyakit. Latihan mencegah kelelahan dan kelesuan, dan memberikan Anda dorongan ekstra untuk melakukan aktivitas sehari‐hari.

  • Gunakan cara yang sehat dan alami untuk Detox

Sayuran, buah‐buahan dan daging putih adalah jawabannya bila Anda ingin melakukan
detoksifikasi melalui makanan. Hindari makanan olahan dan pilih produk‐produk segar untuk
menghindari kontaminasi dan bakteri. Makanan yang enak memang belum tentu sehat. Oleh sebab itu, Anda harus cerdas dalam memilih makanan yang akan Anda konsumsi. Biasakan untuk selalu mengkonsumsi sayuran dan buah‐buahan.
Semoga informasi ini berguna. “Share if
you think its great information & Like our
FB Page”

Diet Air Hangat Cara Super Praktis Turunkan Berat 

 diet air putih

Ingin turunkan berat badan tanpa menyiksa diri?Mau mendapatkan tubuh lebih proporsional tapi nggak mau ribet? Coba deh cara diet yang satu ini. Selain praktis, diet yang satu ini sangat ekonomis. Cukup dengan minum air hangat secara rutin setiap hari.

Dilansir dari liveb.com, minum air hangat tak hanya bisa membuat badan lebih hangat tapi juga bisa membantu menurunkan berat badan. Penasaran? Langsung saja kita ikuti detail lengkapnya di bawah ini.

Minum 8 Gelas Air Putih Sehari

Cukupi kebutuhan cairan tubuh dengan minum 8 gelas air putih per hari. Menurut jurnal “Obesity”, orang yang minum air putih cukup punya peluang besar menurunkan berat badandibandingkan orang yang tak mencukupi kebutuhan airnya dengan cukup.

Panaskan Air Putih yang Akan Diminum

Pada dasarnya, semua minuman yang masuk ke dalam tubuh harus didinginkan atau dihangatkan terlebih dahulu di dalam tubuh agar sesuai dengan suhu alami tubuh kita. Jadi, dengan minum air hangat, maka tubuh akan bekerja lebih keras dan membakar kalori untuk mendinginkan kembali suhu air yang kita minum. Dengan kata lain, minum air hangat beberapa kali sehari bisa membuat tubuh membakar lebih banyak kalori, sehingga kita bisa menurunkan berat badan dengan lebih efektif.

Minum Air Hangat Sebelum Makan

Ladies, cobalah untuk minum air hangat sebelum makan. Menurut University of Nebraska, minum air atau mengonsumsi makanan yang berkuah bisa membuat kita merasa lebih cepat kenyang, sehingga yang kita konsumsi pun tak terlalu banyak. Nah, cobalah untuk minum air hangat sebelum makan, sehingga Anda akan merasa lebih cepat kenyang dan tak makan berlebihan.

Variasikan Air Hangat Anda

Bosan kalau setiap hari harus minum air hangat? Coba variasikan dengan menambahkan rempah atau buah. Misalnya dengan menambahkan air perasan jeruk lemon. Yang penting adalah sebisa mungkin hindari bahan pemanis atau yang mengandung banyak kalori.

Ladies, jangan lupa untuk mengimbangi dengan olahraga teratur ya. Untuk menurunkan berat badan dan mendapatkan tubuh yang Anda inginkan perlu usaha dan juga waktu. Jadi, tetap konsisten ya!

Zuhud: Jangan simpan harta kekayaan anda di hati.


 

 

rumi Alkisah ada 2 orang sufi yang berguru pada orang yang sama. Sudah 20 tahun mereka berpisah. Sampai suatu hari, bertemulah mereka di suatu kota, tempat tinggal sufi pertama. Sufi kedua adalah seorang yang miskin. Ketika dia diajak ke rumah sufi pertama yang megah bagai istana, dengan peralatan yang mewah, dia lantas berseru, ” Saudaraku, kau telah melupakan ajaran guru kita. Kau telah cinta dunia sekarang!” Sufi pertama langsung menjawab, ” Kau salah saudaraku, harta sebanyak ini sama sekali tidak masuk dalam hatiku. Justru kamulah yang cinta dunia. Karena saya tahu sejak dulu kamu sangat pengin kaya, tapi ternyata sampai hari ini tidak kaya-kaya juga” Secara umum pengertian zuhud adalah tidak cinta dunia. Dunia tidak berkesan dalam hatinya. Dan zuhud tidak ada hubungannya dengan kaya – miskin seseorang. Hal itu karena letak zuhud adalah di dalam hati. Bukan dalam penampilan. Kalau dalam hati, siapa yang tahu selain diri sendiri dan Allah? Bisa saja orang kaya raya zuhud. Sebaliknya bisa juga orang miskin, tapi tidak zuhud. Karena begitu inginnya akan dunia. Demikian juga orang kaya yang selalu pengin tambah kaya dan tambah kaya, hatinya selalu kurang,maka sesungguhnya dia jauh dari zuhud. Sudah menjadi sifat manusia yang selalu pengin harta benda. Sudah punya satu pengin dua. Sudah punya dua pengin tiga. Demikian dan seterusnya. Bahkan sampai dengan nyawa pergi, barulah manusia berhenti mengejar harta. Itu adalah hal yang manusiawi. Namun demikian, segala sesuatu apabila berlebihan tentu menjadi tidak baik. Hati ini harus selalu dijaga, agar senantiasa mengagungkan kebesaran Allah, melebihi dari harta benda yang lain. Karena sesungguhnya kita lahir telanjang. Dan akan kembali kepada Allah telanjang pula. Bahkan kain kafan itu sekedar memenuhi syariat agar tidak membuka aurat mayat di depan orang2, karena jasad dan kain kafan manusia terkubur di dalam tanah. Dicontohkan seorang warga negara Indonesia sedang sekolah di Jepang. Di Jepang dia memiliki segalanya. Punya perabot rumah tangga yang di Indonesia tidak punya. Punya kulkas besar, mesin cuci plus pengering, punya mobil dan fasilitas lain yang memadai. Pada saat di Jepang, orang tersebut senantiasa sadar, bahwa dia di Jepang hanya sementara. Dan tidak mungkin membawa “harta” tadi pulang. Maka dia memandang hartanya tadi dengan biasa saja. Tidak terlalu terkesan. Asal punya saja. Bahkan menjelang pulang semua hartanya tadi diberikan cuma2 pada semua orang sesama warga yang masih tinggal, tanpa rasa eman sama sekali. Kayak membuang sampah, brung. Cuma sayangnya, perasaan ini rata2 hanya saat berada di Jepang. Pada saat pulang ke tanah air, perasaannya dia akan tinggal selama2nya. Akan memakai selama-lamanya. Sehingga pelan-pelan kembalilah rasa cintanya kepada harta bendanya. Seolah2 akan hidup 1000 tahun lagi. Sesungguhnya hati manusia, jika sudah kemasukan cinta dunia, maka ditambah sepuluh kali dunia ini pun masih kurang. Masih ingin dimasuki terus dan terus. Tetapi jika hati sudah penuh dengan kebesaran Allah, adakah yang lain yang bisa menandingi kebesaran-Nya?

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hardiwitono/zuhud_552a9063f17e61b11ed62460

Imam Ghazali menghidupkan kembali Islam yang sempat Kering


 

imam ghazaliSiapa yang tidak kenal dengan nama Imam Ghazali. Tokoh yang bernama lengkap Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thusi, Hujjah al-Islam Abu Hamid Al-Ghazali Al-Syafi’i[2] ini telah berhasil memberikan warna-warni indah dalam khazanah Islam. Beliau tidak hanya dikenal sebagai tokoh tasawuf, tapi juga masyhur sebagai tokoh filsafat, teologi dan fikih. Sehingga tidak berlebihan jika beliau mendapat gelarThe Proof of Islam (hujjah al-islam), The Ornament of Faith (Zain ad-din) dan The Renewer of Religion (mujaddid) abad lima, karena kontribusinya yang sangat luar biasa.

Beliau lahir di kota Thus wilayah Khurasan pada tahun 450 H/1059 M dari keluarga yang shalih[3]. Beliau memiliki seorang adik bernama Ahmad. Ayah beliau bekerja sebagai pengrajin kain shuf (yang terbuat dari bulu domba) dan menjualnya di kota Thus. Beliau sering sowan kepada para ulama dan mengikuti majelis ilmu. Jika mendengarkan perkataan para ahli fikih beliau menangis dan berdoa memohon agar anaknya bisa menjadi seorang fakih. Dan bila menghadiri majelis nasehat beliau juga menangis dan berdoa agar anaknya bisa menjadi orang bijak yamg mampu menghiasi dunia dengan kearifan dan keindahan nasehatnya. Dan nampaknya Allah SWT telah mengabulkan doa beliau. Sehingga  kedua anaknya berhasil menjadi ulama yang terkenal dan berjasa besar dalam dakwah Islam di kemudian hari.

Beliau dikenal dengan nama Al-Ghazzali (dengan tasydid) karena ayah beliau yang bekerja sebagai pengrajin kain wol. Sebagian pakar biografi yang lain berpendapat bahwa nama Al-Ghazali disandarkan pada sebuah desa yang bernama Ghazalah di daerah Thus. Namun para ulama mutaakhkhirin lebih memilih pendapat pertama[4].

  1. Perjalanan masa kecil dan menyelami lautan ilmu

Menjelang wafat, ayah Imam Ghazali berwasiat kepada salah seorang teman baiknya untuk merawat dan mendidik Imam Ghazali dan adiknya. Dalam wasiatnya ia berpesan, “Sungguh saya sangat menyesal tidak belajar ilmu khath (tulis menulisarab). Saya berharap kedua anak saya tidak mengalami seperti apa yang saya alami. Maka saya mohon agar engkau mau mengajari mereka berdua. Dan harta yang saya tinggalkan boleh dihabiskan untuk mereka”[5].

               Setelah ayahnya meninggal Imam Ghazali dan adiknya dididik dan diajari ilmu oleh orang yang mendapat wasiat tersebut. Dan ketika harta peninggalan ayah Imam Ghazali habis ia kebingungan dan berkata, “ Ketahuilah oleh kalian bahwa saya adalah orang yang fakir. Saya telah mendidik kalian dari harta kalian. Dan sekarang saya meminta maaf tidak bisa lagi mendidik kalian. Saya menganjurkan kalian untuk masuk madrasah sebagai penuntut ilmu. Agar kalian bisa mendapatkan makanan”.           

                Imam Ghazali belajar sejak masa kecil. Beliau mulai belajar ilmu fikih kepada Syekh Ahmad bin Muhammad Ar-Radzakani di kota Thus. Kemudian berangkat ke kota Jurjan untuk berguru kepada Imam Abu Nashr Al-Isma’ili. Setelah beberapa lama menggali ilmu di Jurjan Imam Ghazali melanjutkan perjalanan ilmiahnya ke kota Naisabur untuk menggali ilmu kepada Imam Haramain Al-Juwaini dengan penuh kesungguhan. Dalam waktu yang relatif singkat beliau sudah menguasai dengan baik fikih Madzhab Syafi’i, fikih khilaf, ilmu perdebatan, manthiq, ushul, hikmah dan filsafat. Setelah Imam Haramain wafat Imam Ghozali pergi ke pemukiman Wazir Nizhomul Malik, tempat berkumpulnya para ulama dan diramaikannya majelis ilmu. Disana beliau berdebat dengan banyak ulama dan mengalahkan mereka.  Kemudian Nizhomul Malik mengangkat beliau sebagai pengajar di madrasahnya yang berada di kota Baghdad dan memerintahkannya untuk pindah kesana. Maka pada tahun 484 H berangkatlah beliau ke Baghdad untuk mengajar di madrasah nizhomiyah hingga akhirnya berkembang dan terkenal menjadi seorang pakar ilmu agama[6].

  1. Akidah dan madzhab beliau

Dalam ranah fikih beliau bermadzhab Syafi’iyyah. Ini nampak jelas dalam karya-karya beliau seperti al-Wajiz, al-Basith dan al-Wasith yang sering kali dijadikan sebagai bahan rujukan bagi para pengikut madzhab Syafi’iyah.

Sementara dalam bidang akidah beliau adalah pengikut sekaligus benteng kokoh bagi madzhab Asy’ariyah. Beliau juga dikenal sebagai tokoh yang menggabungkan tasawuf dengan madzhab Asy’ariyah. Namun para ulama kebingungan memetakan aliran tasawuf apakah yang dipakai oleh Imam Ghazali. Karena beliau dinilai tidak konsisten memakai satu aliran tasawuf. Beliau juga sering membantah sesuatu kemudian malah beliau jadikan sebagai akidahnya. Bahkan Ibn Rusyd memberikan penilaian terhadap Imam Ghazali dengan mengatakan, “Imam Ghazali tidak konsisten dengan satu madzhab dalam karya-karyanya. Beliau menjadi Asy’ari bersama Asy’ariyah, sufi bersama sufiyah dan filusuf bersama filsafat”[7].

  1. Buah pena dan fikiran serta kontroversinya

Imam Ghazali tidak hanya seorang pemikir ulung, tapi juga seorang penulis yang sangat produktif menelurkan karya-karya monumental dalam berbagai fan dan ranah kajian. Diantara  karya-karya beliau yang terkenal  dalam fan ushuluddin dan akidah adalah sebagai berikut:

  1. Tahafut Al-Falasifah
  2. Al-Iqtishad fi Al-I’tiqad
  3. Faishal At-Tafriqah bain al-Islam wa az-Zanadiqah

Dalam fan fiqh, ushul fiqh, filsafat, tasawuf dan manthiq beliau juga memiliki buah pena yang sangat banyak sekali.Diantaranya sebagai berikut:

  1. Al-Mustashfa
  2. Mizan al-Amal
  3. Mi’yar al-‘Ilm
  4. Ma,arif al-‘Aqliyah
  5. Misykah al-Anwar
  6. Ar-Risalah al-Laduniyah
  7. Ihya ‘Ulum ad-din

Kitab yang terakhir disebut adalah kitab yang sangat terkenal dan menjadi bahan kajian di berbagai majelis ilmu. Banyak yang memuji tapi tidak sedikit pula yang mencaci. Hampir semua ulama besar di Indonesia menjadikan kitab ini sebagai referensi, meskipun  banyak pula ulama yang bersikap antipati.

Abu Bakar Ath-Thurtusi berkata,”Abu Hamid telah memenuhi kitab Ihya dengan banyak kedustaan terhadap Rasulullah SAW. Kemudian ia campur adukkan denganpemikiran-pemikiran filsafat dan isi kandungan rasail Ikhwan Ash-Shofa”. Imam Subki telah menemukan 943 hadits dalm kitab Ihya yang tidak diketahui sanadnya”[8].

  1. Pengaruh filsafat

Dengan berbagai kepakarannya dalam banyak fan,  Imam  Ghazali juga tidak luput dari kekurangan. Beliau tidak memiliki ilmu yang mumpuni dalam bidang atsar dan hadits Nabi, sehingga berakibat sangat fatal dalam karya-karyanya. Beliau bahkan sangat terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran filsafat yang beliau pelajari dalam kitab-kitab karangan Ibn Sina dan Abu Hayan At-Tauhidi. Meski pada awalnya beliau membantah pemikiran-pemikiran filsafat namun dalam beberapa hal beliau memakainya.

Ibnu Taimiyah memberikan penilaiannya terhadap Imam Ghazali dengan mengatakan,”Abu Hamid condong kepada filsafat dan mengungkapkannya dengan ungkapan islami. Oleh karena itu banyak ulama Islam yang membantahnya. Hingga  murid terdekatnya, Abu Bakar Ibn Al-‘Arabi mengatakan,”guru kami (Imam Ghazali) masuk ke perut filsafat kemudian ingin keluar namun tidak mampu”[9].

  1. Polemik Kejiwaan dan akhir hayat

Setelah beberapa lama mengajar dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di madrasah Nizhomiyah beliau mengalami konflik batin. Hingga pada tahun 488 H beliau berhaji dan mengangkat saudaranya yang bernama Ahmad sebagai penggantinya. Satu tahun kemudian beliau pergi dan tinggal di Damaskus selama beberapa hari. Kemudian menziarahi Baitul Maqdis dan kembali lagi ke Damaskus. Selama sepuluh tahun beliau banyak menghabiskan waktunya untuk beri’tikaf di menara barat masjid Damaskus dan menulis kitab ihya serta melatih jiwa[10].

Di masa-masa akhir hayatnya beliau kembali ke kota Thus, mendirikan madrasah di samping rumahnya, menghafal Qur’an, mengajar, beribadah dengan shalat dan puasa, tekun mempelajari Shahih Bukhari dan Muslim, kembali ke ajaran ahlus-sunnah wal-jama’ah, serta meninggalkan filsafat dan ilmu kalam sampai beliau menutup mata pada hari senin 14 jumadil akhir 505 H[11].

  1. Polesan Akhir

Apa yang telah diwariskan oleh Imam Ghazali hendaknya bisa kita manfaatkan sebaik-baiknya. Alangkah pandirnya kita jika menyia-nyiakan begitu saja buah karya beliau yang tak ternilai harganya. Dan kita juga harus berusaha mencontoh semangat beliau yang terus membara hingga berpisah dari dunia. Karena walau bagaimanapun kesuksesan berbanding lurus dengan semangat dan kerja keras kita. Meski dalam beberapa hal kita tidak setuju dengan pemikiran-pemikiran beliau namun tidak sepantasnya kita mencaci dan mencelanya. Dan akhirnya marilah kita semua berdoa agar senantiasa diberikan jalan terang menggapai ridho-Nya. Amien.

Dan sebagai penutup marilah kita resapi bersama satu bait dalam alfiyah Ibn Malik berikut ini,

وفى اتّحاد الرّتبة الزم فصلا   #   وقد يبيح الغيب فيه وصلا    (67)

“ kerinduan tidak akan datang saat masih bersama. Namun  ia akan menusuk jiwa saat jarak dan ruang telah jauh memisahkan kita”.

Wallah a’lam….

 

[2] ‘Abd Ar-Rahman Badawi, Muallafat al-Ghozali, Fahd Salim, Kuwait, Cet. 1977, hal. 21

[3] As-subki, Thabaqat asy-Syafi’iyah, dar ihya kutub, jilid 6/193

[4]Mahmud Muhammad Ath-Thanaji, Tahqiq Thobaqot ays-Syafi’iyah, jilid 6/193-194

[5] As-Subki, Op. Cit, jilid 6/194

[6] Ibid, jilid 6/191-195

[7] Ibn Ruysd, Bughyah al-Murtad, hal.110

[8] Adz-Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’, jilid 19/334

[9] Ibn Taimiyah, Majmu’ Fatawa, jilid 4/164

[10] Adz-dzahabi, Op. Cit, jilid  6/34

[11] As-Subki, Op. Cit, jilid 6/201

Pengalaman-pengalaman Spiritual Ditinjau dari Neurosains: Interkoneksi “Roh” dan Otak*)


 

 

oleh Dr. Ioanes Rakhmat

 

Neurosains (atau neurobiologi) adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari otak dan sistem saraf di dalamnya, yang mengatur cara dan wilayah kerja sel-sel saraf yang dinamakan neuron, dalam hubungannya dengan seluruh tubuh manusia dan keadaan mental. 

 

Jika neurosains menganalisis dan menjelaskan berbagai pengalaman keagamaan sebagai pengalaman-pengalaman yang dimunculkan oleh sistem neurologis dalam otak manusia karena dipicu oleh berbagai keadaan dan kondisi internal dan eksternal, lepas dari ihwal apakah dunia supernatural itu ada atau tidak ada, maka bidang ilmunya dinamakan neuroteologi. Jadi, semua hal yang dikemukakan dalam tulisan ini berada dalam wilayah kajian neuroteologi.

 

Dalam tulisan ini hanya beberapa pengalaman spiritual, khususnya pengalaman-pengalaman yang paling umum diklaim dialami orang, yang akan disorot. Isi dan bentuk pengalaman-pengalaman ini akan dikemukakan lebih dulu, sesudah itu pandangan neurosains atas pengalaman-pengalaman ini akan dikemukakan. Dampak-dampak pengalaman ini, baik yang positif maupun yang negatif, pada kesehatan mental subjek-subjek yang mengklaim pernah (atau sering) mengalami, juga akan dikemukakan.

 

 

Gambar 1: bagian-bagian besar organ otak manusia.  

Empat korteks besar yang berada di bagian atas otak (disebut “higher brain”, otak atas), terdiri atas frontal lobe, parietal lobe, occipital lobe, dan temporal lobe. Sedangkan bagian-bagian yang terletak di bawah (disebut “lower brain”, otak bawah) terdiri atas medulla oblongata, pons, dan otak tengah (midbrain). Jika terjadi sesuatu yang menyebabkan otak atas tak berfungsi atau mati, otak bawah masih bisa berfungsi. Jika seluruh lipatan dan lekukan otak atas dibuka dan dibentang, luasnya sampai dua halaman kertas koran besar.

 

 

Gambar 2: gambar diperbesar satu sel saraf (neuron) dalam otak manusia, yang jumlah keseluruhannya ada 100 milyar sel

 

 

Pengalaman Dekat Kematian (PDK) (Near-Death Experience/NDE)/1/     

 

Orang-orang dari berbagai latarbelakang kebudayaan dan keagamaan dilaporkan sering mengalami apa yang disebut sebagai pengalaman-pengalaman perithanatik (dari kata Yunani perithanatos) atau pengalaman-pengalaman “dekat kematian” (atau “menjelang kematian”). Meskipun ada beranekaragam latar belakang, namun semua pengalaman ini memiliki ciri-ciri umum.

 

Ciri-ciri umum

 

(1) Muncul cahaya terang yang sangat kuat. Kadangkala cahaya yang sangat kuat ini (namun tak menyakitkan) memenuhi ruangan dalam kamar. Dalam kasus-kasus lainnya, si subjek melihat suatu cahaya yang dirasakannya menampilkan entah surga atau Allah;

 

(2) Keluar dari tubuh (Out-of-Body Experience/OBE). Si subjek merasa bahwa dia telah keluar meninggalkan tubuhnya. Dia dapat memandang ke bawah dan melihat tubuhnya sendiri, dan seringkali dia juga dapat mendeskripsikan tim dokter yang sedang menangani tubuhnya. Dalam beberapa kasus, si subjek sebagai “roh” keluar meninggalkan kamar, menuju angkasa bahkan masuk ke ruang bintang-bintang di antariksa.

 

(3) Memasuki suatu kawasan lain atau dimensi lain. Bergantung pada kepercayaan keagamaan si subjek dan jenis/sifat pengalaman PDK, dia dapat mempersepsi kawasan ini sebagai surga atau, tak terlalu sering, sebagai neraka.

 

 

Gambar 3: PKT atau OBE membuat “tubuh astral”  (dari kata Latin “astrum”, Yunani “astron”, yang berarti “bintang”) melayang bebas di antariksa, di ruang antarplanet dan antarbintang. Dalam teosofi, “tubuh astral” dipandang sebagai “tubuh” penengah atau“tubuh” perantara” antara dunia materi dan dunia spiritual

 

(4) Melihat makhluk-makhluk rohani. Selama PDK, si subjek berjumpa dengan “makhluk-makhluk cahaya” atau wujud-wujud rohani lain. Dia dapat mempersepsi makhluk-makhluk ini sebagai kekasih-kekasihnya yang sudah mati, malaikat-malaikat, para santa/santo, atau bahkan Allah.

 

(5) Masuk ke suatu lorong lurus atau berpilin yang panjang. Banyak orang yang mengalami PDK mendapati diri mereka sedang berada di suatu lorong yang lurus atau berpilin, yang pada ujungnya terdapat cahaya kemilau. Mereka dapat bertemu dengan makhluk-makhluk rohani ketika sedang melintasi lorong cahaya ini.

 

(6) Berkomunikasi dengan roh-roh. Sebelum PDK berakhir, banyak subjek melaporkan bahwa mereka berkomunikasi dengan suatu makhluk rohani. Seringkali ini diungkapkan mereka sebagai “suara keras seorang lelaki” yang menyatakan kepada mereka bahwa waktu mereka belum tiba dan karena itu mereka harus kembali ke tubuh mereka. Beberapa melaporkan bahwa mereka diminta untuk memilih apakah terus masuk ke dalam cahaya atau kembali ke tubuh jasmaniah mereka. Orang-orang yang lain merasa bahwa mereka dipaksa untuk kembali ke tubuh mereka oleh suatu perintah yang tak terdengar, yang menurut mereka mungkin dari Allah.

 

(7) Kehidupan selama di Bumi ditinjau. Ciri ini juga dinamakan “peninjauan panoramik atas kehidupan”. Si subjek melihat seluruh kehidupan mereka ditinjau ulang secara kilas balik, bisa sangat rinci dan bisa juga singkat saja. Si subjek juga dapat merasa bahwa atas dirinya suatu vonis telah dijatuhkan oleh makhluk-makhluk rohani yang ada di dekatnya.  

 

Tidak semua PDK menyenangkan atau memberi rasa damai. Ada juga banyak subjek yang ketika mengalami PDK, mereka malah tercekam rasa takut yang hebat, tidak mengunjungi surga atau bertemu roh-roh yang bersahabat, tetapi sebaliknya berjumpa dengan roh-roh jahat, dan masuk ke dalam neraka lalu di sana melihat lautan api dan belerang (seperti digambarkan misalnya dalam kitab-kitab suci), jiwa-jiwa yang dianiaya, dan suatu rasa tersiksa oleh panas yang hebat. Ada juga yang ketika mengalami PDK, mereka mengalami berbagai penglihatan (visi) profetis yang menyingkapkan kepada mereka nasib Bumi dan umat manusia di akhir zaman, atau juga menyingkapkan manusia berevolusi menjadi makhluk-makhluk adi-insani yang memiliki tubuh spiritual atau tubuh cahaya.

 

 

Penjelasan neurosains atas PDK /2/

 

PDK adalah suatu keadaan yang ditimbulkan oleh suatu gangguan tidur yang dinamakan “rapid eye movement (REM) intrusion” yang berlangsung dalambrain stem atau pangkal otak (terdiri atas medulla, pons, dan midbrain atau otak tengah―lihat gambar 4 di bawah ini) yang mengendalikan fungsi-fungsi tubuh yang paling mendasar (seperti gerak refleks, fungsi-fungsi otomatis seperti detak jantung dan tekanan darah, gerakan anggota-anggota tubuh, dan fungsi pencernaan dan urinasi).

 

 

Gambar 4: bagian-bagian besar internal otak manusia

 

PDK terjadi karena dipicu oleh peristiwa-peristiwa traumatis, misalnya serangan jantung. Ketika gangguan REM ini terjadi, pikiran seseorang dapat sadar lebih dulu ketimbang tubuhnya, dan kejadian ini umumnya disertai dengan munculnya berbagai halusinasi dan perasaan sedang terpisah dari tubuh. PDK muncul sebagai suatu keadaan kebingungan karena seseorang secara mendadak dan tanpa diharapkan masuk ke dalam suatu keadaan seperti mimpi, sehingga dia tak dapat membedakan mana realitas dan mana fantasi atau mimpi.

 

Pangkal otak, sebagai bagian dari “otak bawah” (lower brain, yang terdiri atasmedulla, pons, midbrain, thalamus, hypothalamus), memungkinkan timbulnya PDK karena bagian otak ini sebetulnya dapat bekerja dan berfungsi lepas sama sekali dari bagian-bagian otak yang terletak di sebelah atas (disebut “higher brain”, yang secara keseluruhan dinamakan cerebrum atau korteks serebral atau korteks saja, dan terdiri atas bagian-bagian besar yang dinamakan frontal lobe, parietal lobe, occipital lobe, dan temporal lobe). Jadi, kalaupun bagian-bagian yang membentuk “otak atas” ini mati, pangkal otak dapat terus berfungsi, dan gangguan REM masih dapat terjadi.  

 

 

Pengalaman Keluar dari Tubuh (PKT) (Out-of-Body Experience/OBE)/3/    

 

PDK/NDE dan PKT/OBE dapat dijelaskan baik lewat teori-teori tentang dunia supernatural (termasuk penjelasan spiritual atau penjelasan keagamaan) yang didasarkan pada kepercayaan, latarbelakang spiritual dan kultural, maupun lewat penjelasan saintifik (mencakup penjelasan-penjelasan medis, fisiologis, neurologis dan psikologis).

 

Kalau teori-teori supernatural yang dipakai, kedua pengalaman ini pasti dijadikan landasan-landasan untuk membenarkan adanya roh manusia yang bisa meninggalkan tubuh, atau bahwa kesadaran manusia itu bisa lepas dari tubuh namun tetap sadar penuh, atau bahwa manusia itu memiliki selain tubuh jasmaniah, juga “tubuh astral” (dari kata Latin “astrum”= bintang) yang dapat keluar meninggalkan tubuh lalu berkelana ke mana saja tubuh ini, yang tetap memiliki kesadaran, kehendaki.

 

Masih dalam wilayah psikik/paranormal,  PDK dan PKT juga dipandang sebagai bukti bahwa manusia masih akan mengalami transformasi secara total, menjadi makhluk-makhluk adi-insani dalam dimensi-dimensi lain, dalam wujud makhluk-makhluk spiritual atau makhluk-makhluk cahaya, sebagaimana dilaporkan ditemukan ketika kedua pengalaman ini berlangsung.   

 

 

Gambar 5: sebuah ilustrasi indah namun mengagetkan bagaimana “jiwa” atau “roh” keluar meninggalkan tubuh jasmaniah. Betulkah manusia itu “dualistik”, di mana tubuh dan jiwa terpisah, atau “monistik”, di mana tubuh dan jiwa menyatu tak terpisah dan ketika tubuh mati maka jiwapun lenyap?

 

 

Bagaimana penjelasan saintifik atas fenomena PDK dan PKT?

 

Ilmu pengetahuan medis memberi bukti kuat bahwa banyak segi dari kedua fenomena ini bersifat fisiologis, biokimiawi dan psikologis. Para saintis sudah menemukan bahwa obat-obatan yang memberi efek halusinogenis, anestetis dissosiatif dan neurotoksis, seperti ketamine dan PCP (Phencyclidine), atropine dan alkaloid belladonna, DMT (dimethyltryptamine), MDA (methylenedioxy-amphetamine), dan LSD (lysergic acid diethylamide), dapat menimbulkan perasaan-perasaan dalam diri para penggunanya yang nyaris sama dengan perasaan-perasaan yang ditimbulkan PDK dan PKT. Malah beberapa pengguna obat-obat ini berpikir bahwa mereka sebenarnya sedang menuju kematian ketika menggunakannya.

 

Para neurosaintis telah menemukan bahwa kedua pengalaman yang aneh ini sebetulnya berlangsung tak lepas dari kerja neuron-neuron otak ketika otak kita memproses input data dan informasi yang berasal dari indra-indra. Apa yang kita lihat sebagai “realitas” di sekitar kita sebetulnya hanyalah suatu totalitas semua informasi indrawi yang diterima otak kita pada suatu momen tertentu. Pada waktu anda memandang layar komputer, cahaya (berupa partikel foton) dari layar sampai ke retina mata anda, dan informasi dikirim ke tempat-tempat yang cocok di otak anda untuk menafsirkan pola-pola cahaya dan mengubahnya menjadi sesuatu yang bermakna―dalam hal ini kata-kata yang anda sedang baca.

 

Suatu sistem saraf dan fiber otot yang lebih rumit pun memungkinkan otak anda mengetahui di mana tubuh anda berada dalam hubungannya dengan ruang di sekitar anda. Tutuplah mata anda, lalu angkatlah tangan kanan anda sampai setinggi ujung kepala anda. Kendatipun anda tak melihat tangan kanan anda yang terangkat itu, anda tahu persis di mana lokasinya. Kenapa? Karena sistem pengindraan dalam otak anda  memungkinkan anda mengetahui di mana tangan kanan anda berada, meskipun anda memejamkan mata anda.

 

Bayangkanlah semua indra anda keliru berfungsi. Ketimbang otak anda menerima input data indrawi dari dunia objektif di sekitar anda, otak anda menerima informasi yang salah, mungkin dikarenakan obat-obatan, atau disebabkan oleh suatu bentuk trauma yang menyebabkan otak anda tak bekerja. Apa yang anda persepsi sebagai suatu pengalaman real sebenarnya adalah suatu tafsiran yang otak anda sedang coba lakukan atas informasi ini.

 

Beberapa ahli telah berteori bahwa “kebisingan neural”, yakni suatu keadaan penerimaan informasi yang sangat berlebihan yang dikirim ke korteks visual utama otak (terletak di belakang otak, lihat gambar 6), menciptakan suatu gambar seberkas cahaya yang terang berkilauan yang terus bertambah besar secara bertahap. Otak dapat menafsirkan keadaan ini sebagai gerakan memasuki suatu lorong gelap yang di ujungnya cahaya memancar.

 

Michael Shermer, yang menulis sejumlah buku yang berkaitan dengan kajian neurosains, menjelaskan bahwa obat-obatan halusinogenik dan keadaan kekurangan/ketiadaan oksigen pada otak (keadaan yang dinamakan hypoxia/cerebral anoxia) dapat mengganggu kecepatan normal penembakan neuron-neuron saraf pada korteks visual dalam otak. Ketika hal ini terjadi, “alur-alur” aktivitas neural bergerak menjauhi korteks visual, menuju retina mata. Alur-alur neural ini ditafsirkan oleh otak kita sebagai cincin-cincin atau spiral-spiral konsentris. Spiral-spiral ini dapat “dilihat” sebagai sebuah lorong lurus atau lorong berpilin, yang bergerak menuju retina mata yang di luarnya cahaya terang benderang memenuhi ruang kamar si pasien./4/ 

 

Kemampuan tubuh untuk mengindrai ruang (ini adalah suatu kemampuan korteks parietal lobe) condong keliru berfungsi juga selama seseorang mengalami PDK. Kembali otak anda menafsirkan informasi yang salah tentang di mana tubuh anda berada dalam hubungan dengan ruang di sekitarnya. Akibatnya, anda merasa sedang meninggalkan tubuh anda dan melayang-layang di sekitar ruang kamar. Jika keadaan ini ditambah lagi dengan akibat-akibat trauma dan keadaan kekurangan oksigen (suatu simtom dalam banyak situasi PDK), hal ini akan menciptakan suatu pengalaman menyeluruh bahwa anda sedang mengapung menuju antariksa sementara anda menatap ke bawah ke tubuh anda, lalu anda melayang masuk ke dalam sebuah lorong.

 

Perasaan damai dan tenang selama PDK dapat timbul dari mekanisme penanggulangan (coping mechanism) yang bekerja dalam otak anda, karena dipicu oleh peningkatan endorfins (zat kimiawi dalam otak yang berfungsi sebagai neurotransmitter, penerus gelombang listrik dalam sistem saraf) yang diproduksi dalam otak selama trauma. Banyak orang merasakan suatu perasaan aneh bahwa dirinya dijauhkan dari tubuhnya dan respons emosionalnya menghilang selama kejadian-kejadian yang traumatis (entah berhubungan atau tidak dengan PDK). Ini adalah akibat yang sama.

 

PDK atau PKT yang mencakup perkunjungan ke surga atau pertemuan dengan Allah dapat melibatkan banyak faktor yang terkombinasi. Input data yang salah, kekurangan pasokan oksigen, dan euforia yang ditimbulkan oleh endorfins, kerap memunculkan suatu pengalaman surrealis meskipun dirasakan nyata. Ketika si subjek yang mengalami PDK dan PKT mengingat pengalaman perjumpaan ini, pengalaman ini melewati filter pikiran sadarnya. Pengalaman-pengalaman yang aneh yang tampak tak bisa dijelaskan ditafsir sebagai pengalaman-pengalaman bertemu makhluk-makhluk cahaya atau makhluk-makhluk rohani, atau berada dalam dimensi-dimensi lain, atau terlibat percakapan dengan Allah.

 

Kemampuan untuk melihat dan mendengar kejadian-kejadian selama PDK dan PKT, yang tak mungkin dapat dicerap oleh tubuh mereka yang sudah tak sadar, lebih sulit untuk dijelaskan. Tetapi sangat masuk akal jika kita berpendapat bahwa seseorang yang  sudah tak sadarkan diri (atau mengalami koma) masih dapat mencatat dan mendaftarkan petunjuk-petunjuk indrawi (yang didengarnya dari orang-orang di sekitarnya) dan pengetahuan yang dimilikinya  sebelumnya (segala pengetahuan, termasuk pengetahuan tentang kebudayaannya dan pengetahuan keagamaannya), lalu memasukkan semuanya ke dalam PDK. Hal ini dimungkinkan oleh masih bekerjanya otak bawahnya, seperti sudah dikatakan di atas.

 

 

 

Gambar 6: sejumlah area fungsional di otak, seperti korteks somatosensori dan korteks visual, yang jika terpengaruh oleh trauma dapat menimbulkan halusinasi yang ditafsirkan sebagai PDK

 

 

Sebagaimana ditemukan oleh neurolog kebangsaan Swiss, Dr. Olaf Blanke,/5/ ketika sedang melakukan pemetaan otak seorang pasien (umur 43 tahun) yang sering terserang epilepsi, jika kawasan persinggungan antara korteks temporal lobe dan korteks parietal lobe (dikenal sebagai “Temporal parietal junction”, TPJ), khususnya pada bagiannya yang dinamakan angular gyrus, diberi rangsangan gelombang listrik lewat elektroda, si pasien tiba-tiba saja mengalami PKT/OBE. Kata si pasien ini kepadanya, “Dok, dok, aku melihat diriku sendiri dari atas!”

 

TPJ selain berfungsi untuk menyatukan dan menyelaraskan berbagai informasi terpisah yang masuk ke dalam otak untuk ditafsirkan, juga berfungsi untuk mengontrol pemahaman atas tubuh dan situasinya di dalam ruang. Jika TPJ tidak bekerja dengan benar, PKT langsung terjadi. Jika informasi apapun yang sedang dipilah bersilangan, seperti informasi tentang di mana posisi kita di dalam ruang, tampaknya kita dapat dibebaskan dari batas-batas tubuh kita, mengalami PKT, sekalipun hanya sebentar.

 

Kalau PDK dapat muncul dari gangguan REM, yang dipicu di dalam pangkal otak yang terletak pada “lower brain”, PKT dikendalikan oleh kawasan TPJ yang terletak pada “higher brain”, yang secara klinis sudah mati ketika PDK terjadi. Maka tampaknya logis untuk percaya bahwa bagian-bagian otak yang terletak di sebelah atas (“higher brain”) harus masih berfungsi untuk dapat menafsirkan perasaan-perasaan yang ditimbulkan oleh gangguan REM yang dipicu di dalam pangkal otak.

 

Satu catatan akhir yang sangat penting pada bagian ini harus di kemukakan. Mata kita melihat sesuatu yang real dan kongkret karena ada berkas-berkas cahaya yang dipantulkan sesuatu ini yang masuk ke retina mata kita, lalu input data indrawi ini (dalam wujud partikel foton) diteruskan ke otak dan diubah menjadi informasi neural untuk ditafsirkan otak, sehingga kita bisa melihat dan memahami objek real yang kita lihat ini. 

 

Nah, suatu “tubuh astral” atau suatu “roh” yang tak berdaging, tubuh non-protoplasmik, yang tak memiliki sepasang mata yang real dan kongkret, tentu saja tak bisa menerima input cahaya yang dipantulkan dari tubuh jasmaniah atau dari benda-benda yang termasuk ke dalam dunia empiris. Dengan kata lain, semua pengalaman PDK atau PKT sebetulnya hanyalah halusinasi dan fantasi, tak real ada, yang berlangsung hanya dalam tempurung otak manusia karena dipicu oleh berbagai macam faktor internal maupun eksternal.

 

 

Gambar 7: “Tubuh astral” non-protoplasmik keluar meninggalkan tubuh protoplasmik (=tubuh berdaging). Tanpa sepasang mata jasmaniah yang harus menerima pantulan berkas cahaya dari benda-benda real untuk bisa melihat, mustahil “tubuh astral” ini bisa melihat benda-benda kongkret dalam dunia empiris!

 

 

Dampak PDK dan PKT pada kepribadian   

 

Sebagaimana banyak survei sudah menunjukkan, dampak yang ditimbulkan oleh PDK dan PKT pada setiap orang yang mengalami, tidak sama.

 

Ada banyak subjek yang setelah mengalami kedua fenomena “di luar tubuh jasmaniah” ini berubah menjadi orang-orang yang melihat hidup mereka sarat dengan makna dan tujuan yang mereka dengan senang mau capai.  Mereka jadi sangat menghargai kehidupan, mengalami peningkatan cinta kasih dan bela rasa terhadap sesama manusia, makin sabar dan makin penuh pengertian. Mereka merasa makin memiliki kekuatan pribadi yang besar, makin mengalami penguatan rasa keagamaan dan kepercayaan pada dunia spiritual. Mereka tidak lagi takut terhadap kematian karena mereka sudah tahu dan meyakini apa yang akan mereka alami ketika sudah mati.

 

Tetapi tidak sedikit dari antara mereka malah terperosok ke dalam depresi, rasa takut yang berlebihan, berbagai gangguan mental, dan terus terpaku pada ihwal yang menakutkan bahwa mereka nanti akan mati.

 

Karena perkembangan atau kemunduran kepribadian juga diproses dalam otak, maka kita juga harus mewaspadai bahwa kemunduran kepribadian dan gangguan mental yang terjadi karena pengalaman-pengalaman spiritual, bisa dikarenakan pengalaman-pengalaman ini juga merusak atau mematikan fungsi-fungsi korteks-korteks neural tertentu dalam otak kita.

 

 

Pengalaman-pengalaman spiritual ternyata dapat

berdampak negatif pada otak

 

Dalam sebuah artikel yang berjudul “Religious Factors and Hippocampal Atrophy in Late Life”, yang diterbitkan pada 30 Maret 2011 di situs web PLoS One, Amy D. Owen et al.,/6/ dari Duke University, melaporkan hasil-hasil suatu penelitian klinis (memakai manusia sebagai objek-objek yang diteliti, tidak hanya berdasarkan teori-teori) yang mencoba untuk menemukan hubungan antara struktur dan volume  neuroanatomi dalam otak manusia dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang mengubah kehidupan seseorang, pelatihan-pelatihan spiritual, dan keanggotaan dalam komunitas keagamaan.

 

Amy dkk memakai data sampel dari 268 orang usia lanjut (umur 58 tahun ke atas) yang berasal dari orang Protestan yang mengklaim sudah lahir baru (born-again Protestants), orang Katolik, dan orang-orang lain yang tak terikat pada suatu organisasi keagamaan, yang dibandingkan dengan orang Protestan yang tidak menyebut diri orang Kristen yang sudah dilahirkan kembali.

 

Dengan melakukan brain mapping dan pengukuran volume sirkuit-sirkuit neural dalam otak seluruh sampel melalui teknologi pemindai MRI (Magnetic Resonance Imaging) resolusi tinggi,  penelitian yang dilakukan Amy dkk berhasil menemukan data yang sangat signifikan bahwa pada orang-orang yang mengklaim diri telah pernah mengalami pengalaman-pengalaman spiritual yang mengubah kehidupan mereka, volume struktur hippocampus(lihat lokasinya pada gambar 8 di bawah ini) pada otak kanan dan otak kiri menyusut―bagian otak ini mengerut, menjadi lebih kecil, dan berhenti bekerja.

 

Hippocampus adalah struktur pusat dari sistim limbik yang terlibat dalam pembentukan emosi dan formasi memori.  Sudah diketahui bahwa volume struktur hippocampus berkaitan langsung dengan keadaan mental manusia dan kekuatan daya ingat. Gangguan mental seperti stres dan depresi, telah diketahui menjadi penyebab terproduksinya hormon stres (cortisol, GH dan norepinephrine) dalam jumlah besar, yang mengakibatkan hippocampus lambat laun mengecil. Mengerutnya hippocampus adalah penyebab neural langsung orang terkena dementia (= penyakit serius kehilangan kemampuan kognitif untuk mengingat, jauh lebih buruk dari yang diharapkan terjadi pada orang yang mulai menua) dan penyakit Alzheimer.

 

 

Gambar 8: sirkuit-sirkuit neural penting dalam otak manusia yang memiliki koneksi dengan berbagai pengalaman spiritual. Sistem limbik dalam otak manusia, yang terdiri dari amygdala, hippocampus, hypothalamus, dan thalamus (dan bagian-bagian lain yang tak nampak dalam gambar), jika aktif, membawa orang ke dalam pengalaman religius yang menakutkan, di mana Allah dialami sebagai Allah yang pemarah, menakutkan, kejam, penuntut, agresif, penghukum dan pembalas  

 

 

Jadi, pengalaman-pengalaman spiritual yang intens, seperti pengalaman perjumpaan dengan Yesus yang mengubah kehidupan seseorang (yang umum diklaim oleh orang Kristen “lahir baru”), khususnya orang yang sudah berusia lanjut, ternyata memperkecil volume sirkuit hippocampus dalam otaknya, dan keadaan ini tentu akan makin mempercepat kehilangan daya ingat (= pikun) dan makin mempermudah dirinya jatuh ke dalam stres dan depresi. Harus dicatat bahwa pengerutan volume otak secara global jelas dialami oleh manusia usia lanjut secara umum, tetapi tingkat atrofi (= pengerutan) ini berbeda-beda di antara wilayah-wilayah neural dalam otak.  

 

Jika atrofi pada hippocampus terjadi pada orang beragama di usia lanjut, keadaan ini juga bisa diharapkan muncul pada orang-orang yang berusia lebih muda jika mereka juga terbenam sangat dalam di dalam pengalaman-pengalaman keagamaan yang intens.

 

Amy dkk menegaskan bahwa penelitian dan pengkajian yang mereka telah lakukan, terbatas hanya pada faktor-faktor neurologis, dan tak memperhitungkan faktor-faktor sosiologis, psikososial dan demografis, yang tentu saja juga berperan besar dalam menimbulkan stres dan rasa cemas pada orang beragama.

 

Status sosiodemografis sebagai kelompok beragama minoritas jelas menimbulkan stres besar pada kelompok ini ketika mereka mencoba ikut mengatur masyarakat mereka. Orang yang sedang terbenam dalam pergulatan kepercayaan keagamaan, misalnya ketika dia menolak kepercayaan-kepercayaan yang dipegang kelompok arus utama dalam komunitas keagamaannya atau yang dipegang keluarganya, dan mempertahankan pandangannya sendiri, potensial mengalami stres dan konflik batin serta rasa cemas. Mempercayai dan tunduk pada suatu Allah yang dikonsep sebagai Allah pemarah dan penghukum, juga kerap menjadi penyebab timbulnya stres, rasa tak bahagia, dan ketakutan, pada diri banyak orang beragama. Orang yang merasa telah melanggar perintah-perintah Allah juga tak akan luput dari serangan stres dan rasa cemas.     

 

Tetapi, apa yang ditemukan Amy dkk bahwa pengalaman spiritual berfungsi negatif terhadap kesehatan otak manusia bertolakbelakang dengan pandangan yang selama ini dipegang bahwa agama, doa, pelatihan spiritual, meditasi, samadhi, dan berbagai macam faktor keagamaan, berdampak positif pada otak manusia, karena mengurangi kecemasan, rasa takut, stres, depresi, dan meningkatkan pengharapan.

 

Dalam ulasan pendeknya atas penelitian Amy dkk, seorang neurosaintis terpandang, Andrew Newberg, mengingatkan bahwa hal yang sebaliknya bisa juga terjadi: orang yang sebelumnya memang memiliki hippocampus yang volumenya lebih kecil dibandingkan volume rata-rata, dapat memperlihatkan sifat-sifat keagamaan yang spesifik, misalnya enthusiasme religius yang sangat tinggi, keadaan mudah terseret ke dalam praktek-praktek keagamaan yang emosional, dan keadaan kerap mengalami perjumpaan dengan Allah atau malah bercakap-cakap dengan Allah sendiri. Tetapi, pada pihak lain, Newberg juga membenarkan bahwa agama mempengaruhi otak manusia, entah secara positif ataupun secara negatif./7/

 

 

Meditasi intens menimbulkan perubahan-perubahan khusus

pada otak, khususnya sirkuit hippocampus dan frontal lobes       

 

 

Gambar 9: Bermeditasi di tepi pantai, menyatukan diri dengan alam, langit dan jagat raya, lewat pikiran yang terkonsentrasi. Struktur thalamus sangat aktif dalam suatu meditasi yang intens, aktivitas frontal lobe meningkat, dan aktivitas parietal lobe berkurang drastis sehingga kesadaran spasial si pemeditasi lenyap dengan akibat dia merasa menyatu dengan jagat raya

 

Beberapa kajian ilmiah, sebaliknya, menunjukkan bahwa meditasi yang sangat intens dan dilakukan terus-menerus dan konstan dalam jangka panjang telah memberi dampak positif pada struktur hippocampus dan frontal lobe: (a) selama meditasi yang intens, hippocampus diaktivasi,/8/ dan (b) meditasi yang dilakukan dalam jangka panjang dan terus-menerus memperbesar volume hippocampus dan frontal lobe./9/

 

Jika aktivitas frontal lobes meningkat, lewat meditasi intens misalnya, sementara aktivitas sistim limbik menurun, maka orang akan merasakan kedamaian dan ketenteraman, karena zat kimiawi endorfins terbentuk dan mengalir deras dalam otak. Semakin orang giat dalam kegiatan intelektual, semakin kuat frontal lobe-nya. 

 

Sebagaimana diuraikan Andrew Newberg & Mark Robert Waldman dalam buku How God Changes Your Brain,/10/ frontal lobes menjadikan kita manusia yang unik. Di bagian korteks neuron inilah berakar imajinasi, kreativitas, orisinalitas dan kemampuan bernalar dan berkomunikasi dengan orang lain, dan kemampuan untuk menjadi lebih damai, lebih berbelarasa, dan lebih termotivasi. Bagian ini memungkinkan kita untuk membuat sebuah konsep logis mengenai suatu Allah yang rasional, bijaksana dan pengasih.

 

Meditasi juga berhubungan erat dengan strukturthalamus dalam otak. Menurut Newberg dan Waldman (Ibid.), thalamus adalah suatu stasiun pemroses besar dalam organ otak manusia: segala pengindraan, suasana atau modus dan isi pikiran melewati organ otak ini ketika informasi diteruskan ke bagian-bagian lain otak. Semakin anda terbenam ke dalam perenungan tentang suatu objek khusus, semakin aktif thalamus anda. Jika thalamus tidak berfungsi lagi, maka orang akan mengalami keadaan koma. Bahkan kerusakan kecil saja pada thalamus, akan menghambat kinerja bagian-bagian lain otak manusia.

 

Pada thalamus inilah otak kita memberi kita kemampuan untuk merasakan sesuatu yang kita sedang pikirkan sebagai sebuah kenyataan, seolah gagasan-gagasan kita adalah suatu objek yang nyata di dalam dunia ini. Semakin anda memikirkan suatu gagasan berulang kali dan dengan sangat serius, maka thalamus memberi respons berupa sebuah impresi dalam diri anda bahwa gagasan ini adalah suatu objek nyata. Di dalam thalamus inilah makna emosional diberikan kepada pikiran-pikiran kita yang muncul di dalamfrontal lobes, sehingga kita tidak ingin dipisahkan dari pikiran-pikiran kita.

 

Sehubungan dengan agama, thalamus memberi suatu makna emosional pada konsep-konsep anda tentang Allah: organ inilah yang membuat anda mencinta Allah anda (atau sebuah gagasan anda tentang Allah) dan tidak ingin dipisahkan darinya. Thalamus memberi anda suatu makna menyeluruh mengenai dunia ini dan tampaknya merupakan suatu organ kunci yang membuat Allah terasa objektif dan nyata.

 

Jika thalamus terus diaktifkan melalui meditasi (yang di dalamnya orang sungguh-sungguh memikirkan gagasan-gagasannya sebagai kenyataan real dalam dunia objektif), maka mereka akan memandang kenyataan secara berbeda dari pandangan yang normal dan biasa. Jika seorang praktisi meditasi tingkat tinggi sungguh-sungguh memikirkan dan memandang Allah, ketenteraman dan kesatuan dengan segala yang ada dalam jagat raya sebagai kenyataan-kenyataan real dalam kehidupan, maka (salah satu) organthalamus-nya terus aktif (sekalipun dia tidak sedang bermeditasi) dan keadaan ini memberi kepadanya suatu kesadaran yang melampaui keadaan sadar yang biasa: pikiran-pikiran dan keyakinan-keyakinannya bukan lagi ada hanya dalam dunia gagasan, tetapi betul-betul dialaminya dengan jelas dalam dunia nyata. Dalam hal ini, pikiran atau mind menjadi sama dengan atau menghasilkan realitas, tentu dalam arti thalamus memungkinkannya untuk berpikiran, bersikap dan berperilaku sedemikian rupa sehingga segala sesuatu di dalam dan lewat dirinya berjalan selaras dengan atau mewujudkan apa yang dipikirkannya.

 

Dalam meneliti pengalaman-pengalaman spiritual, Andrew Newberg memakai metode pencitraan otak yang disebut single photon emission computed tomography (SPECT) selama aktivitas keagamaan berlangsung. SPECT menghasilkan gambar-gambar aliran darah dalam otak pada suatu waktu tertentu; makin banyak aliran darah yang masuk, ini menandakan aktivitas otak yang meningkat.  

 

 

Gambar 10: Rahib-rahib Buddhist Tibet sedang terbenam dalam meditasi intens

 

Newberg meneliti aktivitas otak para rahib Buddhis Tibet ketika mereka sedang bermeditasi. Para rahib ini memberitahu Newberg bahwa mereka akan segera masuk ke dalam suasana meditatif intens dengan menarik seutas dawai. Pada momen ini, Newberg menginjeksikan zat pewarna radioaktif ke dalam pembuluh darah mereka lalu mengambil gambar otak. Seperti dilaporkan dalam artikel Shankar Vedantam,/11/ Newberg menemukan bahwa aktivitas di frontal lobe meningkat ketika meditasi mulai berlangsung, menandakan bahwa aktivitas berkonsentrasi sedang berlangsung dalam korteks ini.

 

Sebagaimana dilaporkan Steve Paulson dalam artikel yang berjudul “Divining the Brain”,/12/ Newberg juga menemukan bahwa selama meditasi berlangsung, aktivitas di parietal lobe menurun drastis. Parietal lobe berfungsi antara lain untuk memampukan seseorang menentukan posisinya dalam suatu ruang tiga dimensi. Newberg berpendapat bahwa berkurangnya aktivitas di korteks ini secara drastis ketika para rahib itu sedang bermeditasi menandakan bahwa mereka kehilangan kemampuan mereka untuk membedakan di mana mereka berakhir dan di mana sesuatu yang lain dimulai dalam suatu ruang tiga dimensi. Dengan kata lain, mereka menjadi satu dengan jagat raya, suatu keadaan yang sering digambarkan sebagai suatu momen menyatu dengan “yang transenden”.

 

Dalam suatu studi lainnya, dengan subjek kajian para biarawati, Newberg (sebagaimana dilaporkan juga oleh Steve Paulson, Ibid.) juga menemukan aktivitas yang sama dalam otak ketika para biarawati ini sedang berdoa kepada Allah, tidak bermeditasi seperti para rahib. Aktivitas di frontal lobepara biarawati ini meningkat ketika mereka mulai memusatkan pikiran mereka pada doa mereka, dan aktivitas di parietal lobe menurun tajam, tampaknya menandakan bahwa mereka telah kehilangan kesadaran diri mereka dalam hubungannya dengan dunia nyata dan dengan begitu mereka dapat masuk ke dalam persekutuan dengan Allah.

 

 

Gambar 11: Menurut para peneliti gelombang otak (brainwaves), sejalan dengan intensitas penggunaan otak, dari keadaan sadar penuh sampai dalam kondisi yang sangat relaks dan tidur, gelombang otak manusia berubah, dari kondisi beta (sadar, waspada), ke kondisi alfa (relaks, tenang, mengalir, tak berpikir), ke kondisi theta (relaksasi dalam, meditasi, citra mental) sampai ke kondisi delta (tenang sangat dalam, tidur tanpa mimpi).

 

Tetapi terdapat perbedaan dalam aktivitas otak ketika kajian dilakukan terhadap orang Kristen Pentakostal yang sedang terbenam dalam aktivitas “berbahasa lidah” (glossolalia). Ketika aktivitas keagamaan ini sedang berlangsung, aktivitas frontal lobe mereka malah menurun, dan hal ini menandakan bahwa pikiran mereka tidak terpusat dan mereka tak mampu berkonsentrasi,/13/ dan bersamaan dengan menurunnya aktivitas di frontal lobe kemampuan berpikir rasional pun perlahan menghilang, dan suatu impresi tentang suatu Allah yang tidak rasional mulai muncul dan menguat, lalu mengambil kendali atas dirinya.

 

 

Gambar 12: Ibadah enthusiastik dalam gereja Pentakosta menghanyutkan orang dalam ritual berbahasa lidah, saat di mana korteks frontal lobe dan korteks bahasa dalam organ otak tidak aktif, sehingga hal-hal yang tak terkontrol rasio bebas bermunculan dalam mental para aktivisnya

 

Bahwa mereka mulai membangun suatu gambaran tentang Allah yang tidak rasional, yang mengambil kendali atas kesadaran diri dan rasionalitas mereka, diperlihatkan juga oleh tidak aktifnya pusat bahasa dalam otak (Steve Paulson, Ibid.) (untuk korteks bahasa dalam otak, lihat gambar 6) meskipun mereka sedang aktif berbahasa lidah. Keadaan aktivitas otak yang semacam ini memang sejalan dengan kepercayaan kalangan Pentakostal bahwa dalam berbahasa lidah, mereka kehilangan kendali atas diri sendiri dan tak mampu berpikir rasional, sebab yang sekarang berkuasa atas diri mereka dan sedang berbicara lewat lidah mereka adalah sesuatu yang lain, yang mereka yakini sebagai Allah atau Yesus yang sedang berfirman melalui mereka. Apapun yang diucapkan lewat lidah mereka ketika mereka sedang berada dalam situasi mental semacam ini, semuanya tak terkontrol oleh akal budi mereka.

 

 

Menciptakan sendiri pengalaman-pengalaman spiritual

 

Jika semua pengalaman religius yang digambarkan di atas, dalam kaitan dengan PDK dan PKT, meditasi para rahib, kegiatan doa para biarawati, dan aktivitas berbahasa lidah orang Kristen kharismatik/Pentakostal, hanyalah aktivitas berbagai bagian neural dalam otak, maka muncul sebuah pertanyaan: Apakah Allah atau suatu kekuatan adikodrati hanya ada di dalam tempurung kepala kita? Jika memang demikian halnya, apakah tanpa lewat meditasi, tanpa lewat doa, dan tanpa lewat kegiatan berbahasa lidah, tanpa keharusan berpuasa, kita semua dapat langsung mengalami atau menciptakan sendiri berbagai pengalaman mistikal itu?

 

Neurosaintis Michael A. Persinger berpendapat, ya kita dapat menciptakan sendiri semua pengalaman keagamaan yang kita kehendaki. Persinger telah menulis sebuah buku bagus, berjudul Neuropsychological Bases of God Beliefs. /14/

 

Menurutnya, setelah melakukan banyak eksperimen klinis, semua kepercayaan kepada Allah dan semua pengalaman spiritual/paranormal (seperti PKT/OBE, atau perasaan kuat bahwa sesuatu yang supernatural, Allah atau malaikat atau suatu demon/setan, hadir dekat kita, yang disebutnya “a sensed presence”) memiliki basis fakta bukan di dunia adikodrati, melainkan pada kerja neuron-neuron otak kita, yakni ketikatemporal lobes dari otak kiri (wilayah neural dalam organ otak, yang terletak persis di atas telinga) diberi rangsangan medan elektromagnetik secara teratur lewat elektroda yang dipasang pada sebuah helm yang sudah dimodifikasi, lalu helm ini, yang dikenal sebagai “God Helmet”, dipasang pada kepala si subjek yang sedang diteliti.

 

Rangsangan medan elektromagnetis ini menimbulkan apa yang disebuttemporal lobe transients, yakni peningkatan dan ketidakstabilan pola-pola penembakan neuron-neuron otak dalam aktivitas elektrokimiawi pada wilayahtemporal lobe ini. Ketika keadaan ini tercipta di temporal lobe otak kiri, sehingga tak terjadi sinkronisasi antara otak kiri dan otak kanan, temporal lobe pada otak kanan mengalami gangguan, dan gangguan pada otak kanan ini ditafsirkan oleh otak kiri sebagai suatu “kehadiran diri lain” atau suatu “kehadiran yang dirasakan.” Pada kondisi kerja otak yang normal, temporal lobe otak kiri dan temporal lobe otak kanan secara sinkron dan harmonis memberi kesadaran pada diri kita bahwa kita ini memiliki “satu identitas” diri; ketika sinkronisasi dan harmoni antara keduanya tak terjadi, temporal lobeotak kiri menafsirkan “jati diri” yang muncul dalam temporal lobe otak kanan sebagai “suatu diri yang lain” (Allah, santa/santo, malaikat, bahkan demon).

 

“God Helmet” yang digunakan Persinger dalam studi-studinya mendapat perhatian kalangan luas. Kurang lebih 80 % pengguna helm khusus ini merasa ada suatu kehadiran spiritual di sisi mereka ketika pengujian sedang dijalankan./15/ 

 

Ketika helm istimewa ini selama 40 menit dikenakan pada Prof. Richard Dawkins, seorang ateis dan kritikus agama, biologiwan yang termasyhur ini tak berhasil mengalami perasaan dihadiri Allah di sisinya, tetapi pernafasan dan anggota-anggota tubuhnya terpengaruh oleh helm ini. Mungkinkah keadaan yang dialami Dawkins ini menunjukkan bukan kegagalan kerja God Helmet, tetapi karena Dawkins, seperti dikatakan Uskup Stephen Sykes dalam konteks lain, tidak memiliki “bakat untuk agama”? Atau, barangkali Dawkins, selama uji coba helm istimewa itu, melakukan perlawanan mental terhadap situasi yang di atas disebut temporal lobe transients?

 

Michael Shermer, misalnya, seorang skeptik dan penulis banyak buku kajian neurosains, pernah juga menjadikan dirinya subjek uji coba God Helmet. Pada uji coba ronde pertama, karena dia tidak percaya dan melakukan perlawanan mental terhadap suasana neurologis yang ditimbulkan helm ini, dan ingin mengontrolnya, dia gagal mengalami fenomena paranormal. Tetapi pada uji coba ronde kedua, ketika dia menuruti kekuatan magnetisme yang melanda temporal lobe-nya, dia sedikit banyak terhanyut ke dalam suatu pengalaman yang dirasakannya aneh dan tak biasa, seperti diakuinya dalam bukunya,/16/ bahwa dia merasa sedang terlibat dalam suatu pertempuran sengit antara bagian rasional dan bagian emosional otaknya “untuk memutuskan apakah perasaan bahwa aku ingin meninggalkan tubuhku sendiri adalah suatu perasaan yang real.”

 

Meskipun God Helmet-nya gagal bekerja pada diri Richard Dawkins, si pembuat helm ini, Persinger, tidak patah semangat. Menurutnya, kepekaantemporal lobes terhadap magnetisme berbeda-beda dalam diri setiap orang, dan orang-orang yang mengidap temporal lobe epilepsy (TLE) khususnya sangat sensitif terhadap medan magnet.

 

Bahkan Persinger berpendapat bahwa ada orang yang secara genetik memiliki kecondongan untuk bisa merasakan dan terpengaruh oleh sesuatu yang “adikodrati”, dan mereka yang semacam ini tidak memerlukan God Helmet untuk mengalami pengalaman-pengalaman keagamaan. Menurutnya, medan elektromagnetik yang tercipta secara alamiah (lewat kejadian alam) dapat juga memunculkan pengalaman-pengalaman keagamaan. Sebagai contoh, ketika Bumi dihujani meteor-meteor dari angkasa luar yang memancarkan gelombang elektromagnetik yang sangat kuat, Joseph Smith, sang pendiri Gereja Orang Suci Zaman Akhir, mengklaim dikunjungi malaikat Moroni, dan Charles Taze Russell mendirikan Saksi Yehovah.  

 

Jika magnetisme yang dengan kuat merangsang korteks-korteks neural dalam otak manusia memunculkan berbagai macam pengalaman spiritual, maka sesungguhnya pengalaman-pengalaman ini, dalam bentuk yang masih sangat natural dan primitif, belum dirasionalisasi dan disistematisasi ke dalam suatu belief system, juga mustinya sudah dialami oleh homo sapiens(makhluk cerdas) ketika “animisme” menjadi bagian sehari-hari kehidupan spesies ini sekitar 14.000 tahun yang lalu, di era pra-sejarah dan pra-ilmiah, sementara spesies cerdas ini sendiri sudah muncul di muka Bumi 200.000 tahun yang lalu setelah melewati proses evolusi biologis yang memakan waktu sangat panjang./17/ Pada sisi lain, kita tahu, sejak awal planet Bumi terbentuk (3,5 milyar tahun yang lalu), dari inti dalam planet ini memancar medan magnit Bumi, yang membuat kedua kutub Bumi bersifat magnetis. Selain itu, di ruang antarbintang dan antarplanet, dan antargalaksi, juga memancar gelombang elektromagnetis. Jadi, alam sendiri memang memungkinkan pengalaman-pengalaman spiritual akhirnya muncul sebagai bagian dari berbagai kejadian alamiah: evolusi spesies (khususnya evolusi otak homo sapiens) dan magnetisme Bumi.

 

Selain lewat rangsangan medan elektromagnetis pada korteks-korteks otak, PKT atau OBE juga dapat dialami, sebagaimana disarankan Prof. Richard Wiseman dalam bukunya Paranormality, lewat latihan-latihan yang mencakup relaksasi (yang disebutnya “relaksasi otot progresif”, dengan mula-mula menegangkan berbagai otot di seluruh tubuh anda, lalu melepas semua ketegangan otot itu), visualisasi (membayangkan di depan anda berdiri duplikat diri anda, yang selanjutnya melakukan berbagai kegiatan di dalam ruang di mana anda berada atau di luar ruang), dan konsentrasi (pusatkan pikiran anda pada satu tujuan anda: menyatu dengan duplikat diri anda, dan melaksanakan semua yang anda telah bayangkan dilakukan oleh duplikat diri anda). Pada bagian akhir uraiannya tentang OBE, Wiseman menulis, “OBE bukan paranormal dan tidak memberi bukti adanya jiwa manusia, melainkan menyingkapkan sesuatu yang jauh lebih luar biasa mengenai kerja otak dan tubuh anda sehari-hari.”/18/

 

 

Penutup

 

Siapapun, kapan pun dan di mana saja, dapat mengalami berbagai pengalaman keagamaan yang sudah dikemukakan di atas, jika berada dalam situasi dan kondisi berikut ini: kekurangan oksigen (misalnya ketika sedang berada di puncak gunung sangat tinggi), menghirup carbon dioksida (CO2) dalam jumlah berlebih (keadaan klinis yang dinamakan hypercardia), mengalami trauma, kehilangan banyak darah, terserang penyakit-penyakit berat (seperti serangan jantung, epilepsi, dan trauma pada otak), sedang terserang stres dan depresi, meminum obat-obat yang berefek halusinogenis, anastetis dan neurotoksis, menerima rangsangan gelombang elektromagnetis pada korteks-korteks otak, pikiran yang terkonsentrasi, mengalami kelelahan berat dan kurang tidur yang berlarut-larut, dan kecondongan-kecondongan genetik.

 

Tak pelak lagi, harus disimpulkan bahwa berbagai pengalaman spiritual yang di antaranya sudah diuraikan di atas bisa berlangsung bahkan dengan sangat intens karena organ otak manusia memang memiliki berbagai kemampuan neural untuk menimbulkan pengalaman-pengalaman itu. Semua pengalaman spiritual dengan demikian terhubung sangat kuat, hard-wired, dengan neuron-neuron dalam organ otak; atau sebaliknya, otak manusia hard-wired dengan pengalaman spiritual. Dengan kata lain, “roh” (spirit) atau “pikiran” (mind) manusia ada karena otak bekerja. Otak dan “roh” tak terpisah; otaklah yang memunculkan “roh”. Tanpa organ otak, tak ada roh. Tanpa tubuh, tak ada pikiran. Keduanya menyatu, tak terpisahkan. Kalau tubuh mati, maka “roh” dan pikiran pun lenyap, tidak pergi ke “suatu tempat” lain dalam dunia immaterial.

 

Sebagaimana telah diuraikan di atas, ketika dalam suatu pengalaman spiritual seseorang merasa “roh”-nya keluar dari tubuhnya, atau terbang melayang ke angkasa, perasaan ini timbul karena aktivitas otaknya, tak lebih dan tak kurang. Sesuatu sedang terjadi bukan di luar otaknya, bukan di dalam dunia immaterial adikodrati, tetapi di dalam tempurung kepalanya, di dalam organ lunak keabu-abuan yang beratnya 1,5 kg, yang kita namakan otak.

 

Michael Shermer dalam bukunya, The Believing Brain,/19/ dengan bagus menyatakan, “Pikiran adalah apa yang dikerjakan otak. Tidak ada apa yang disebut ‘pikiran’ pada dirinya sendiri, di luar aktivitas otak. Pikiran hanyalah sebuah kata yang kita gunakan untuk mendeskripsikan aktivitas neurologis dalam otak. Jika otak tak ada, pikiran juga tak ada. Kita mengetahui ini karena jika suatu bagian dari otak hancur karena stroke atau kanker atau luka atau pembedahan, apapun yang bagian otak yang rusak itu sebelumnya lakukan, kini lenyap sama sekali…. [T]anpa koneksi-koneksi neural dalam otak, pikiran tidak ada.” Jadi, tak ada zat yang dinamakan roh atau pikiran yang faktual bisa lepas dari tubuh manusia.

 

Selanjutnya perlu diketahui bahwa para neurosaintis bukan saja menyelidiki hubungan pengalaman keagamaan dan otak dengan memakai orang pada masa kini sebagai subjek-subjek uji coba klinis, tetapi mereka juga menerapkan perspektif neurosains pada orang-orang suci zaman yang sudah sangat lampau, yang dikisahkan dalam kitab-kitab suci pernah mengalami pengalaman paranormal.

 

Beberapa neurosaintis mengaitkan peristiwa yang dialami Musa dan Rasul Paulus, sebagaimana dikisahkan dalam Alkitab, dengan TLE. Seorang yang menderita epilepsi  karena mengalami gangguan pada temporal lobes-nya cenderung dapat mengalami berbagai pengalaman keagamaan, yang jika ditinjau dari neurosains adalah tanda-tanda terserang penyakit ini, seperti mendapat penglihatan dari dunia adikodrati, mendengar suara Allah atau suara malaikat, mengalami halusinasi, mengalami fenomena fotisme (= melihat terang berkilauan), jatuh ke tanah tanpa daya, lalu menyusul suatu serangan kebutaan pada mata.

 

Musa (sebagaimana dikisahkan dalam Keluaran 3 dan Keluaran 19) tampaknya terserang TLE, begitu juga Paulus (sebagaimana dikisahkan dalam Kisah Para Rasul 9:1-19a; 22:3-16; 26:9-18). Kalau kita menafsirkan 2 Korintus 12:1-6 sebagai suatu bagian dari otobiografi Rasul Paulus sendiri (yang dikisahkannya dengan memakai subjek orang ketiga tunggal), maka sang Rasul untuk bangsa-bangsa bukan-Yahudi ini juga pernah mengalami PKT/OBE. Sangatlah mungkin bahwa “duri” yang dimaksudkan Paulus tertanam dalam dagingnya, yang sering membuatnya menderita dan melihat “iblis” (2 Korintus 12:7), adalah penyakit epilepsinya, yang timbul karena adanya gangguan serius pada temporal lobes di otaknya.

 

Jauh lebih belakangan, mistikus Spanyol Santa Teresa dari Avilla (1515-1582), dan juga salah seorang pendiri Gerakan Adventis Hari Ketujuh Ellen White (lahir 1827), dianggap menderita gangguan mental TLE. Ellen White diketahui mengalami luka pada otaknya ketika dia berumur 9 tahun, dan trauma ini mengubah seluruh kepribadiannya sehingga dia mengklaim menerima banyak penglihatan keagamaan yang kuat.

 

Menyadari bahwa berbagai pengalaman keagamaan ternyata berhubungan erat dengan kondisi-kondisi otak manusia, bahkan dipicu oleh kerja neuron-neuron dalam otak kita, sudah seharusnya kenyataan ini membuat kita juga mau membangun suatu sikap kritis terhadap pengalaman-pengalaman keagamaan kita sendiri. Paling tidak, karena hubungan pengalaman keagamaan dan otak adalah sesuatu yang umum dijumpai di mana-mana dan dalam berbagai zaman, kita tidak perlu lagi memandang pengalaman keagamaan kita sebagai suatu pengalaman yang unik dan tidak ada tandingannya.

 

Sikap kritis kita terhadap pengalaman keagamaan kita sendiri setidaknya akan membuat kita sadar bahwa tidak semua pengalaman keagamaan akan menghasilkan kebaikan dan manfaat baik bagi kita sendiri maupun bagi orang lain. Jika pengalaman keagamaan kita menghasilkan lebih banyak keburukan dan nestapa dalam dunia ini, lebih baik kita tidak lagi menggantungkan diri kita pada pengalaman ini. Sebaliknya, jika ada banyak hal positif yang bisa dihasilkan oleh pengalaman keagamaan kita, pengalaman ini dapat kita pakai untuk membangun kepribadian kita dan kepribadian komunitas kita.

 

———————-

*) Makalah ini disampaikan pada acara seminar tentang peran roh kudus dan pengalaman keagamaan, ditinjau secara akademik, yang diadakan oleh Fakultas Teologi  Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT), dalam rangka Dies Natalis ke-49 fakultas ini, pada 4 Oktober 2011, di Aula Jemaat GMIM Centrum, Centrum, Manado.

 

 

Catatan-catatan:

 

/1/ http://www.science.howstuffworks.com/science-vs-myth/extrasensory-perceptions/near-death-experience.htm.

 

/2/ http://science.howstuffworks.com/science-vs-myth/afterlife/science-life-after-death.htm.

 

/3/ http://science.howstuffworks.com/science-vs-myth/extrasensory-perceptions/near-death-experience3.htm; danhttp://science.howstuffworks.com/science-vs-myth/extrasensory-perceptions/near-death-experience4.htm.

 

/4/ Michael Shermer, Why People Believe Weird Things: Pseudoscience, Superstition, and Other Confusions of Our Time (New York: St. Martin’s Griffin, 1997, 2002) hlm. 81.

 

/5/ http://science.howstuffworks.com/science-vs-myth/afterlife/science-life-after-death1.htm.

 

/6/http://www.plosone.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pone.0017006

 

/7/ http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=religious-experiences-shrink-part-of-brain&print=true.

 

/8/ Simak kajian yang dilakukan Lazar SW, Bush G, Gollub RL, Fricchione GL, Khalsa G, et al., “Functional brain mapping of the relaxation response and meditation” dalam NeuroReport 11:1581-1585, tahun 2000.

 

/9/ Simak kajian Holzel BK, Ott U, Gard T, Hempel H, Weygandt M, et al., “Investigation of mindful meditation practitoners with voxel-based morphometry” dalam Soc Cogn Affect Neurosci 3:55-61, tahun 2008; dan kajian Luders E, Toga AW, Lepore N, Gaser C, “The underlying anatomical correlates of long-term meditation: larger hippocampal and frontal volumes of gray matter” dalam NeuroImage 45:672-678, tahun 2009.   

 

/10/ Andrew Newberg & Mark Robert Waldman, How God Changes Your Brain: Breakthrough Findings From A Leading Neuroscientist (New York: Ballantine Books, 2009).

 

/11/ Shankar Vedantam, “Tracing the Synapses of Our Spirituality”, dalamWashington Post, 17 Juni 2001; lihat jugahttp://www.maps.org/media/vedantam.html.

 

/12/ Steve Paulson, “Divining the Brain”, Salon, 20 September 2006; lihat jugahttp://www.salon.com/books/int/ 2006/ 09/20/newberg/print.html.

 

/13/ Lihat Benedict Carey, “A Neuroscientific Look ast Speaking in Tongues” dalam New York Times, 7 November 2006; jugahttp://www.nytimes.com/2006/11/07/health/07brain.html?scp=9&sq=brain,%20religion&st=cse.

 

/14/ Michael Persinger, Neuropsychological Bases of God Beliefs  (New York: Praeger, 1987).

 

/15/ Lihat “BBC: God on the Brain” dalamhttp://www.bbc.co.uk/science/horizon/2003/godonbrain.shtml.

 

/16/ Michael Shermer, The Believing Brain: From Ghosts and Gods to Politics and Conspiracies―How We Construct Beliefs and Reinforce Them as Truths(New York: Henry Holt and Co., 2011) hlm. 90-93.

 

/17/ Meskipun makhluk cerdas homo sapiens sudah muncul 200.000 tahun yang lampau di muka Bumi, “agama” dalam bentuk yang paling natural dan primitif, yang oleh antropolog Edward Tylor dinamakan “animisme” (dalam bukunya yang terbit 1871, Primitive Culture), baru muncul 12.000 tahun SM, atau 14.000 tahun yang lalu, usia yang  masih sangat muda dibandingkan saat kemunculan homo sapiens sendiri. Penetapan 12.000 tahun SM ini sebagai saat munculnya animisme, mengikuti pendapat Robert Wright, The Evolution of God (New York, etc.: Little, Brown and Company, 2009) hlm. 17.      

 

/18/ Richard Wiseman, Paranormality: Why We See What Isn’t There (2010) hlm. 51.

 

/19/ Michael Shermer, The Believing Brain, hlm. 111.