Salat Khusyu yg dicontohkan Imam Ali Zainal Abidin:
Salat Imam Zainul Abidin as. adalah sebuah manifestasi kepasrahan yang sempurna terhadap Allah swt. dan keterputusan dari alam materi. Ia tidak merasakan sesuatu yang berada di sekitarnya. Bahkan, ia tidak merasakan keberadaan dirinya sendiri. Seluruh kalbunya terpaut kepada Allah secara sempurna. Ketika ingin menjelaskan kondisi salatnya ini, para perawi hadis berkata: “Ketika ingin mengerjakan salat, kulitnya berubah warna. Seluruh anggota tubuhnya gemetar lantaran takut kepada Allah. Pada saat berdiri, ia berdiri bak seorang budak yang hina di hadapan tuannya. Ia mengerjakan salat seperti orang yang mengerjakan salat perpisahan di mana ia tidak akan pernah mengerjakan salat lagi setelah itu.”
Ketika menceritakan kekhusyukan salat ayahnya, Imam Muhammad Al-Bâqir as. berkata: “Ketika Ali bin Husain berdiri mengerjakan salat, ia berdiri bak sepotong batang kayu yang tidak bergerak sama sekali kecuali bagian-bagian kayu yang digerakkan oleh angin.”
Salah satu manifestasi lain dari kekhusyukan salat Imam Ali Zainul Abidin as. adalah ketika sujud, ia tidak mengangkat kepalanya sehingga keringatnya mengucur atau seakan-akan ia merendam di dalam air lantaran air matanya yang mengucur deras.
Para perawi hadis meriwayatkan bahwa Abu Hamzah Ats-Tsumâlî pernah melihat Imam Zainul Abidin as. mengerjakan salat. Jubahnya terjatuh dari salah satu bahunya dan ia tidak membenahinya. Abu Hamzah menanyakan hal itu kepadanya, dan ia menjawab: “Celakalah kamu! Tahukah kamu di hadapan siapakah aku tadi berdiri? Sesungguhnya salat seorang hamba tidak akan diterima kecuali sekadar konsentrasi hati yang dimilikinya.”
Keterpautan hatinya kepada Allah pada saat mengerjakan salat sangat kuat. Ketika salah seorang putranya jatuh ke dalam sumur, penduduk Madinah merasa khawatir dan lalu mereka menyelamatkannya. Pada waktu itu, Imam Zainul Abidin as. sedang mengerjakan salat di dalam mihrab dan tidak menyadari apa yang telah terjadi. Ketika usai salat, ia diberitahukan tentang hal itu. Ia hanya berkata: “Aku tidak merasakan apa-apa. Karena, aku tadi sedang bermunajat dengan Tuhan Yang Maha Agung.”
Pada suatu hari, pernah terjadi kebakaran di rumahnya dan ia sedang mengerjakan salat. Ia tidak merasakan hal itu. Ketika usai mengerjakan salat, ia diberitahukan apa yang telah terjadi. Ia menjawab: “Api neraka yang maha dahsyat telah membuatku lupa akan api tersebut.”
Abdul Karim Al-Qusyairî memiliki sebuah interpretasi untuk realita dahsyat yang senantiasa menyertai Imam Zainul Abidil as. pada saat salat ini. Yaitu realita itu terjadi lantaran hati tidak menyadari apa terjadi pada makhluk sekitar. Hal itu karena panca indera sibuk mengamati apa yang sedang dihadapinya. Hati kadang-kadang tidak menyadari perasaan dirinya sendiri dan hal itu lantaran ia mengingat pahala atau memikirkan siksa.